Suara.com - Seni adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Melalui seni, manusia mengekspresikan diri dan menuangkan kreativitas.
Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya. Keterbatasan akses membuat seni seringkali cuma menjadi hak istimewa bagi segelintir orang.
Menyadari hal ini, komunitas Dreamity Indonesia hadir untuk membuka peluang bagi mereka yang ingin berkarya, tetapi terhalang berbagai kendala.
Pendiri Dreamity Indonesia, Salma Noorfitria, tumbuh besar dengan seni. Sejak kecil, dunia kreatif menjadi bagian dari hidupnya.
Baca Juga: Beyond Illumination, Peran Pencahayaan dalam Menampilkan Karya Seni dengan Optimal

Namun, semakin dewasa, ia melihat ketimpangan. Akses terhadap seni tidak merata. Privilese menentukan siapa yang bisa berkarya dan siapa yang hanya bisa bermimpi. Dari kegelisahan itulah, Dreamity Indonesia lahir.
“Banyak anak-anak yang memang mereka itu enggak punya resource ataupun support yang cukup untuk bisa mengakses seni,” ujar Salma.
Dreamity Indonesia lahir untuk mengurangi ketimpangan akses seni. Mereka membuka ruang bagi anak-anak untuk belajar dan berkarya, menjadikan seni sebagai jembatan antara mimpi dan realitas.
“Makanya kita namain Dreamity Indonesia,” ujar Salma Noorfitria, sang pendiri.
“Karena kita ingin lebih banyak pemimpi yang lahir dan berkembang lewat seni. Ketika anak-anak mendapatkan paparan seni yang baik, mereka bisa bermimpi. Dan kelak, mereka bisa mewujudkan impian itu dalam berbagai bentuk di hidupnya.”
Baca Juga: Kreativitas Tanpa Batas, Limitless Diramaikan 16 Seniman dari Berbagai Latar Belakang
Namun, perjalanan mereka tidak selalu mudah. Ada stigma yang masih melekat—seni dianggap tidak penting, tidak berguna, bahkan tidak menghasilkan.
“Padahal seni itu sangat mendasar dalam hidup kita,” tegas Salma. “Coba pikir, siapa yang nggak pernah dengerin lagu atau corat-coret dengan krayon? Seni ada di sekitar kita, sering kali tanpa disadari.”
Untuk melawan ketimpangan dan stigma ini, mereka menjalankan tiga program utama. Ilmu Dreami, program edukasi yang menghadirkan konten seputar seni dan budaya. Ilmu Dreami Live, sesi Instagram Live bulanan bersama narasumber. Dan masih banyak lagi inisiatif yang mereka jalankan demi membuka akses seni bagi semua.
Setiap 3 bulan sekali, komunitas ini juga melakukan “Kelas Dreami”, yaitu kegiatan turun ke masyarakat untuk memberikan pembelajaran dan praktik seni.
Hingga saat ini, mereka berhasil melaksanakan 4 kelas yang ditujukan kepada anak-anak agar bisa bermain dan berkarya bersama.
“Seni yang kita ajarkan macam-macam, karena memang kita ingin anak-anak ini bisa mengetahui sebenarnya ada seni apa aja yang bisa mereka exercise, dan mereka juga bisa mendapat kesenangan ataupun keceriaan dari sana,” jelas Salma.
Hasil karya dari anak-anak tersebut akan ditampilkan dalam program “Kreasi Dreami” sebagai bukti bahwa banyak dari mereka yang bertalenta, serta menyadarkan masyarakat bahwa semua kalangan juga bisa bermimpi melalui seni bersama dengan komunitas ini.
Dreamity Indonesia membuka kesempatan luas bagi siapa pun untuk menjadi relawan. Tidak ada kriteria khusus, yang terpenting memiliki minat untuk bermimpi lewat seni dan keinginan untuk berbagi ilmu dengan anak-anak tersebut.
Di masa mendatang, Dreamity Indonesia berharap untuk bisa mengedukasi lebih banyak orang tentang pentingnya seni dan perannya dalam mendukung kehidupan generasi muda.
Penulis: Kayla Riasya Salsabila