Kurator Indonesia Pimpin Biennale Sharjah 2025: Angkat Kisah Perempuan & Leluhur Nusantara

Rabu, 19 Februari 2025 | 19:38 WIB
Kurator Indonesia Pimpin Biennale Sharjah 2025: Angkat Kisah Perempuan & Leluhur Nusantara
Dok: Istimewa
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Salah satu pameran internasional bergengsi di Kawasan Arab, yaitu Sharjah Biennale, Kembali akan digelar untuk ke-16 kalinya pada 2025 ini, dengan tajuk “to carry” yang akan dibuka pada Februari 2025 mendatang. Salah satu kurator Indonesia, Alia Swastika, menjadi bagian dari tim kurator bersama empat kurator lain yaitu Amal Khalad (Bahrain/Singapura), Natasha Ginwala (India), Zeynep Oz (Turki/Amerika) dan Megan Tamati-Quennell (Selandia Baru). Dalam “to carry” para kurator menyoroti bagaimana kerja lintas ruang dan lintas waktu membuka ruang pertemuan di mana setiap yang terlibat membawa beragam narasi dan latar belakang, terutama dalam periode dunia yang penuh ketegangan dan konflik. “Apakah yang kita bawa dalam diri kita ketika kita bertahan? Ketika kita terus berjuang?” menjadi dua pertanyaan besar yang menjadi titik pijak kerja kuratorial kolektif ini.

Kurator Alia Swastika tertarik untuk melihat bagaimana Biennale menjadi ruang untuk saling terhubung, bekerja bersama, berkolaborasi, dan menjahit cerita antar generasi dan membawa Kembali pengetahuan-pengetahuan leluhur yang dikombinasikan dengan spekulasi atas masa depan. Alia Swastika tertarik untuk melihat kerja penciptaan bersama, terutama dari para seniman perempuan, yang mencatat beragam pengetahuan dan narasi yang tersembunyi dari sejarah arus utama.

Dalam bagian yang ia kuratori, berjudul “Rosestrata: Trajectory/Translation”, Alia Swastika mencoba membangun jembatan dari pengetahuan masa lalu, melalui jejak arkeologis dan manuskrip yang selama ini tak sepenuhnya dimaknai dan dihayati, hingga spekulasi pengetahuan masa depan melalui berbagai piranti teknologi. Projek ini juga menekankan pentingnya memberi pengakuan terhadap pengetahuan perempuan, atau pengetahuan dari kelompok-kelompok ulayat, yang selama ini acapkali tak punya tempat dalam narasi arus utama. Kata Rosestrata sendiri berangkat dari fenomena batu rosetta yang merupakan artefak penting dalam upaya memahami pengetahuan Mesir, yang dalam perspektif tertentu juga dilihat sebagai ruang bagi perjuangan pengetahuan perempuan.

Alia Swastika mengundang Sembilan partisipan Indonesia yang terdiri dari 12 seniman/peneliti untuk terlibat dalam Sharjah Biennale 16 ini. Mereka adalah Betty Adii dan Septina Layan (Papua), inisiatif kolektif Concrete Thread Reportoir (Ugoran Prasad, Wimo Ambala Bayang, Linda Agnesia bersama Ibu Harwati, Komunitas Kendeng dan Komunitas di Mollo), Citra Sasmita, Dian Suci Rahmawati, Ipeh Nur, Mangku Muriati, Nadiah Bamadhaj, Restu Ratnaningtyas, Rully Shabara dan Salima Hakim. Para seniman mengolah berbagai isu mulai dari konteks perubahan lanskap laut di Pantura, respon warga dan komunitas terhadap narasi hilangnya hutan dalam projek Lumbung Pangan Papua, tradisi tenun dan pengetahuan perempuan di Flores dan Timor, narasi tentang arsip dan tradisi penulisan Bali, penciptaan spekulasi pengetahuan melalui kecerdasan buatan, pencatatan aktivisme dan perjuangan warga, dan isu-isu lainnya. Keragaman isu ini penting untuk memperkenalkan narasi dan tradisi yang beragam dari Indonesia dalam dinamika global yang relevan dengan perkembangan hari ini.

Para seniman dari Indonesia ini menampilkan karyanya bersama dengan 190 seniman lain dari berbagai belahan dunia, termasuk figur-figur penting dalam seni rupa kontemporer dunia seperti Ellen Pau, Akram Zatari, Daniel Boyd, Shubigi Rao, dan lain sebagainya.

Pameran Sharjah Biennale 16 to carry akan berlangsung hingga 15 Juni 2025, mengambil tempat di kota Sharjah dan beberapa kota lain di sekitarnya seperti Al Dhaid, Kalba, Hamriyah dan sebagainya. Sharjah Biennale sendiri dikenal sebagai salah satu gelaran penting dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, yang membawa pemikiran dan sejarah Global Selatan sebagai salah satu fokus pendekatan kuratorial. Direktur Sharjah Art Foundation, penyelenggara gelaran ini, yaitu Hoor Al Qassimi, pada 2024 lalu dinobatkan sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia seni atas kontribusinya menjadikan Sharjah sebagai ruang dialog antar pelaku seni dan pemikir di Kawasan Arab dan negara-negara Selatan.

Selengkapnya mengenai Sharjah Biennial 16 to carry dapat diakses melalui www.sharjahart.org

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI