Suara.com - Bika ambon merupakan salah satu kue tradisional khas Medan, Sumatera Utara, yang terkenal dengan teksturnya yang lembut dan berongga serta aroma khas yang menggugah selera. Kue ini kerap dijadikan oleh-oleh favorit wisatawan yang berkunjung ke Medan. Berikut adalah resep bika ambon.
Baru-baru ini, makanan bika ambon menjadi sorotan di media sosial akibat perseteruan pengusaha Ci Mehong dengan YouTuber Tasyi Athasyia. Tasyi mengungkapkan bahwa bika ambon yang dijual Ci Mehong ditemukan mengandung kutu.
Hal itu pun langsung menggegerkan warganet. Banyak yang mempertanyakan bagaimana makanan sepopuler ini bisa mengalami masalah higienitas, terutama karena dijual dengan harga premium. Publik pun mempertanyakan kualitas makanan yang dijual oleh Ci Mehong.
Di tengah kontroversi tersebut, bika ambon tetap menjadi salah satu ikon kuliner Medan yang memiliki sejarah panjang dan terus berinovasi dengan berbagai varian rasa, serupa dengan tren makanan yang terus berkembang di Indonesia. Berikut ulasan selengkapnya.
Sejarah Bika Ambon
Bika Ambon dipercaya berasal dari modifikasi kue tradisional Melayu yang disebut bika atau bingka. Dalam perkembangannya, kue ini mengalami inovasi dengan penambahan nira atau tuak enau sebagai bahan pengembang, sehingga menghasilkan tekstur berongga yang khas.
Salah satu teori mengenai asal-usul namanya menyebutkan bahwa istilah "bika" berasal dari kue Melayu, sedangkan "Ambon" tidak merujuk pada kota di Maluku, melainkan merupakan kependekan dari "Amplas-Kebon", yang merupakan dua wilayah di Medan.
Pada masa lalu, kue ini diperkenalkan oleh seorang buruh transmigran dari Jawa dan dipasarkan di Medan. Popularitasnya meningkat setelah menarik minat orang-orang Belanda dan Tionghoa yang ikut memproduksi dan memasarkan kue ini lebih luas.
Baca Juga: Dibanding-bandingkan dengan Ci Mehong, Reaksi Desiree Tarigan Dipuji Berkelas
Versi lain menyebutkan bahwa Bika Ambon pertama kali dibuat oleh seorang wanita keturunan Tionghoa-Batak bernama Tjoa In di sebuah toko kue di Pasar Baru, Medan, pada tahun 1945. Karena kelezatannya, kue ini dengan cepat populer di kalangan masyarakat setempat hingga akhirnya menjadi ikon kuliner khas Sumatera Utara.