Suara.com - Topik tentang NEET belakangan tengah ramai menjadi perbincangan. Hal ini seiring dengan dirilisnya data BPS (Badan Pusat Statistik) tentang NEET anak muda alias Gen Z di Indonesia yang ternyata cukup tinggi.
Data BPS tentang NEET diunggah ke laman resmi mereka, bps.go.id, pada awal Februari 2025 kemarin. Disebutkan bahwa ada sebanyak 20,31 persen atau hampir 9,9 juta anak muda Indonesia menyandang status NEET. Lantas, apa itu NEET?
Sebelum membahas soal NEET, perlu lebih dulu diketahui soal kategori anak muda di Indonesia adalah meliputi mereka yang berusia 15 hingga 24 tahun. Umur-umur ini biasa juga disebut sebagai Generasi Z alias Gen Z.
Merangkum situs resmi BPS, NEET diketahui merupakan singkatan dari Not in Education, Employment, or Training. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, NEET adalah anak muda yang sekarang tidak sedang menempuh pendidikan, tidak bekerja, ataupun menjalani pelatihan.
Baca Juga: Alarm! Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2024 Melambat, Hanya 5,03 Persen
Dari 38 provinsi Indonesia, presentase pemuda berstatus NEET tertinggi berada di Papua Tengah sebesar 31,20 persen. Sementara presentasi terendah berada di Bali sebanyak 7,26 persen, disusul DI Yogyakarta sebanyak 11,18 persen.
Faktor Penyebab Tingginya NEET di Indonesia
![Ilustrasi pengangguran. (Elements Envato)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/07/27/47846-ilustrasi-pengangguran.jpg)
Menurut BPS, penyebab meningkatnya NEET di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, ketimpangan akses pendidikan dan faktor ekonomi di beberapa daerah di Indonesia.
Kemudian ada juga faktor ketidakpastian dalam dunia kerja, di mana anak muda kerap kesulitan mencari pekerjaan sesuai dengan fokus mereka di perguruan tinggi. Banyak juga anak muda yang kesulitan bersaing di dunia kerja karena tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar.
Peluang kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja juga menjadi salah satu faktor meningkatnya NEET di Indonesia menurut Green Network Asia. Hal itu memicu munculnya rasa putus asa atau kurang percaya diri pada anak muda yang sedang mencari pekerjaan.
Baca Juga: Tekanan Kemajuan Teknologi: Bagaimana Anak Muda Menghadapinya?
Pandemi Covid-19 juga disebut-sebut ikut andil dalam tingginya angka NEET di Tanah Air. Hal ini karena banyak pengangguran yang muncul pada era pandemi karena pemutusan hubungan kerja. Berkurangnya kesempatan kerja dan akses pelatihan memperburuk keadaan tersebut.
Apakah NEET Berbahaya bagi Gen Z?
![Ilustrasi cemas. (Pexels/Alex Green)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/07/03/23623-ilustrasi-cemas-pexelsalex-green.jpg)
Tingginya angka NEET di kalangan Gen Z disebut-sebut bisa berbahaya sebab memiliki dampak yang relatif besar bagi individu, masyarakat luas, bahkan negara. Lantas, apa saja dampak angka NEET yang tinggi?
Merangkum berbagai sumber, dampak NEET yang tinggi bisa dirasakan oleh level individu. Di mana kestabilan ekonomi mereka jadi dipertaruhkan apabila berstatus NEET alias tidak sedang menempuh pendidikan, tidak bekerja, ataupun menjalani pelatihan.
Anak muda yang berstatus NEET kemungkinan akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka secara mandiri. Daya saing mereka juga cenderung menurun sebab tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar pekerja. Semua itu bisa memicu masalah kesehatan mental, seperti munculnya rasa tidak berguna, stres, serta kecemasan.
Untuk lingkup yang lebih luas, penyandang NEET bisa menjadi beban ekonomi bagi keluarga dan negara. Di mana beban finansial orang tua akan semakin meningkat dengan adanya NEET, sedangkan negara harus mengalokasikan lebih banyak dana bantuan sosial.
Namun tingginya angka NEET ini bukannya tidak bisa diatasi. Berbagai sumber menyebutkan ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan demi menurunkan angka NEET, di antaranya penyediaan program pelatihan dan pendidikan vokasi oleh pemerintah, memperkuat kesadaran tentang pentingnya keterampilan digital dan soft skills, serta pengadaan peluang magang dan kerja entry-level oleh perusahaan.