Janji Palsu Ibu Pengganti: Ratusan Wanita Dipaksa Jual Sel Telur di Bawah Ancaman di Georgia

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:57 WIB
Janji Palsu Ibu Pengganti: Ratusan Wanita Dipaksa Jual Sel Telur di Bawah Ancaman di Georgia
Ilustrasi hamil. [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus perdagangan manusia yang mengejutkan baru-baru ini terungkap di Georgia, di mana sekitar 100 wanita Thailand dijadikan budak di sebuah "peternakan manusia." 

Para wanita ini dipaksa untuk memberikan sel telur mereka dan diperlakukan layaknya ternak oleh jaringan kriminal internasional yang diduga dipimpin oleh penjahat asal Tiongkok.

Dikutip Bangkok Post, kasus ini terungkap setelah tiga wanita Thailand berhasil dibebaskan pada 30 Januari 2025. Mereka berbagi kisah mengerikan bagaimana mereka terjebak dalam perdagangan manusia yang berkedok pekerjaan sebagai ibu pengganti.

Awalnya, para wanita ini terpikat oleh iklan di Facebook yang menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi, yaitu sekitar €11.500 hingga €17.000 (setara dengan Rp190 juta hingga Rp280 juta). Mereka dijanjikan menjadi ibu pengganti bagi pasangan yang tidak bisa memiliki anak di Georgia.

Baca Juga: Kisah Artis Florence Pugh Bekukan Sel Telur Usia 27 Tahun: Saya Ingin Punya Anak!

Tergiur dengan tawaran tersebut, mereka berangkat ke Georgia pada Agustus 2024 bersama sepuluh wanita Thailand lainnya. Semua biaya perjalanan dan pengurusan paspor ditanggung oleh organisasi tersebut, yang tampaknya memiliki jaringan kuat dalam perdagangan manusia.

Kenyataan Mengerikan: Disekap dan Dipaksa Menjual Sel Telur

Sesampainya di Georgia, harapan mereka segera berubah menjadi mimpi buruk. Alih-alih bekerja sebagai ibu pengganti, mereka ditempatkan di empat rumah besar bersama sekitar 100 wanita lainnya.

Di tempat itu, mereka tidak diberi pilihan. Mereka disuntik dengan hormon secara paksa untuk merangsang produksi sel telur mereka. Setiap bulan, sel telur mereka diekstraksi menggunakan mesin, tanpa memperhatikan kondisi kesehatan mereka. Mereka benar-benar diperlakukan seperti "ternak" yang hanya diperah demi keuntungan.

Beberapa wanita bahkan tidak menerima bayaran sama sekali. Jika mereka meminta untuk pulang, mereka dikenai "biaya pembebasan" sebesar €2.000 (sekitar Rp33 juta). Jumlah ini terlalu besar bagi mereka yang sudah tidak memiliki uang setelah terjebak dalam jaringan ini.

Baca Juga: Kelalaian Medis? Jarum Jahit Tertinggal di Vagina Wanita Thailand Pasca Melahirkan

Beruntung, salah satu mantan korban berhasil membeli kebebasannya dan melaporkan kejadian ini kepada Pavena Hongsakula, pendiri Yayasan Pavena untuk Anak dan Wanita di Thailand. Informasi ini membuka jalan bagi penyelamatan tiga wanita Thailand lainnya.

Yayasan Pavena bekerja sama dengan Interpol, hingga akhirnya membayar tebusan dan menyelamatkan ketiga korban pada 30 Januari 2025. Namun, masih banyak wanita lain yang diduga tetap terjebak dalam jaringan kejahatan ini.

Kasus ini kini sedang diselidiki oleh pihak berwenang Thailand dan Georgia. Pemerintah Georgia menyatakan bahwa mereka telah memulangkan tiga wanita Thailand yang sebelumnya bekerja sebagai ibu pengganti, serta memeriksa empat warga negara asing yang terlibat dalam jaringan ini.

Sementara itu, Interpol dan Kepolisian Thailand terus bekerja untuk mengungkap sindikat ini dan menyelamatkan lebih banyak korban. Pavena memperkirakan sekitar 100 wanita Thailand masih berada dalam cengkeraman jaringan ini.

Georgia sendiri saat ini tidak memiliki undang-undang khusus yang mengatur ibu pengganti. Namun, pemerintah setempat sedang mempertimbangkan untuk melarang praktik ini guna mencegah eksploitasi lebih lanjut.

Dalam konferensi pers di Thailand, salah satu korban yang diselamatkan berbagi pengalaman mengerikan mereka. Mereka mengungkap bahwa:

Mereka dibawa ke Georgia melalui Dubai dan Armenia, lalu diserahkan kepada sindikat. Mereka dipaksa tinggal di rumah yang penuh dengan puluhan wanita Thailand lainnya, tanpa adanya pasangan atau kontrak ibu pengganti yang dijanjikan.

Mereka disuntik hormon, dibius, dan sel telur mereka diambil dengan mesin tanpa persetujuan. Paspor mereka disita, dan mereka diberitahu bahwa mereka bisa ditangkap jika kembali ke Thailand.

Beberapa dari mereka berpura-pura sakit agar tidak dipaksa memberikan sel telur mereka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI