Suara.com - Masyarakat diimbau untuk segera mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bukti sah satu-satunya kepemilikan tanah mereka sebab beberapa surat tanah tradisional sudah tak berlaku lagi.
Beberapa surat tanah tradisional yang telah digunakan setelah bertahun-tahun oleh masyarakat sebagai bukti pemilikan tanah ternyata tak valid lagi per 2 Februari 2026.
Hal tersebut berkenaan dengan ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah disusul oleh Pasal 76A Permen ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2021.
Kedua perundang-undangan tersebut menegaskan bahwa kepemilikan tanah hanya bisa dibuktikan melalui sertifikat elektronik dan SHM.
Baca Juga: Bisa Picu Konflik Hukum, Pakar Ungkap Risiko Berat Pemerintah usai Cabut Sertifikat Pagar Laut
Lantas, apa saja surat kepemilikan tanah tradisional yang tak lagi berlaku?
Warga yang tinggal di pedesaan tentu sudah tak asing lagi dengan Letter C.
Dokumen Letter C berupa buku register pertanahan yang berisi data kepemilikan tanah di suatu desa atau kampung.
Berkas semacam Letter C telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan hingga kini bisa ditemukan di desa-desa tertentu.
Baca Juga: Misteri Pagar Laut Tangerang: Ratusan Sertifikat HGB di Tangan Dua Perusahaan, Siapa Mereka?
Sayangnya, Letter C tak lagi dinilai sebagai bukti kepemilikan tanah yang valid sebagaimana PP yang kini berlaku.
Petuk D
Tak jauh berbeda dengan Letter C, dokumen Petuk D juga merupakan sertifikat kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh perangkat desa setempat.
Beda halnya dengan Letter C, kekuatan hukum Petuk D relatif lebih lemah lantaran tanah dengan dokumen ini dinilai sebagai tanah tak bersertifikat.
Untuk itu, masyarakat yang masih memiliki Petuk D harus segera mengurus SHM untuk membuktikan bahwa tanah yang ia miliki sah.
Landrente
Ketiga ada Landrente yang cukup asing di masyarkat, kendati masih ada beberapa yang menggunakan dokumen ini. Dokumen Landrente kini tinggal sejarah dan tak lagi valid.
Lalu ada Girik yang menjadi dokumen kepemilikan tanah adat yang tak lagi sah di mata hukum.
Girik tidak lagi dapat dijadikan sebagai bukti sah atas kepemilikan tanah lantaran hanya berlaku secara lokal dan tak diakui dalam skala nasional.
Selain girik, ada juga dokumen tradisional yang tak lagi valid yakni kekitir, pipil, verponding Indonesia, Eigendom Verponding, erfpacht, opstaal, dan vruchtgebruik.
Kementerian ATR/BPN angkat bicara
Imbauan bahwa masyarakat harus segera mengurus SHM juga telah beberapa kali ditekankan oleh pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR/BPN).
Kepala Subbagian Pemberitaan dan Publikasi Kemen ATR/BPN Arie Satya Dwipraja dalam keterangannya, Minggu (2/2/2025) menegaskan bahwa satu-satunya bukti kepemilikan tanah yang valid adalah SHM.
Dokumen selain SHM seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah dokumen adat dan tak bisa dijadikan bukti valid kepemilikan tanah secara hukum.
Kontributor : Armand Ilham