Suara.com - Pada tanggal 1 Februari 2025, pemerintah menetapkan aturan baru: penjualan elpiji (LPG) 3 kilogram bersubsidi hanya diperkenankan melalui pangkalan resmi Pertamina.
Pemerintah menutup akses bagi para pengecer yang selama ini menjadi perpanjangan tangan distribusi hingga ke pelosok negeri. Tujuannya mulia, memastikan subsidi tepat sasaran dan mencegah penyelewengan yang merugikan.
Namun, realita di lapangan berkata lain. Di sudut-sudut kota dan desa, antrean panjang mengular di depan pangkalan resmi. Wajah-wajah lelah menanti giliran. Bagi mereka yang tinggal jauh dari pangkalan, perjalanan menjadi lebih panjang dan melelahkan, bahkan berujung kematian.
Kasus kematian pertama di masa sulit masyarakat mendapat gas melon terjadi di Pamulang, Tangerang Selatan. Nenek Yonih, seorang penjual nasi uduk mencari gas melon dengan membawa dua tabung kosong ke sebuah pangkalan. Ia berjalan ke tempat penjualan agen resmi yang berjarak 500 meter dari rumahnya tersebut.
Baca Juga: Cara Beli Gas 3 Kg per 1 Februari 2025: Hanya 4 Golongan yang Berhak, Simak Syaratnya
Perempuan 62 tahun itu diduga kelelahan usai ikut antre membeli gas belon pada Senin (3/2/2025). Kabar meninggalnya Nenek Yonih diungkapkan oleh sang adik, Rohayah.
Wanita berkerudung itu pun menceritakan detik-detik sebelum kakanya meninggal dunia. Dia pun mengaku sempat bertemu dengan Nenek Yonih ketika berangkat untuk mengantre pembelian tabung gas melon.
Namun, Yonih tak langsung mendapat gas yang diinginkannya karena tak membawa KTP. Seperti diketahui, masyarakat wajib menyertakan KTP ketika membeli gas subsidi di agen resmi.
"Pagi ketemu saya di depan, bawa tabung gas dua masih kosong, tapi disuruh pulang katanya harus pakai KTP," ungkap Rohayah saat ditemui di rumahnya pada Senin kemarin.
Rohayah dibuat kaget ketika tahu kakaknya pingsan saat sedang beristirahat di sebuah binatu.
"Ada tukang laundry kabarin kalau dia jatuh lagi istirahat di tempat laundry," bebernya.
Bersama keponakannya, Rohayah bergegas mencari Nenek Yonih. Ia sempat mendengar kakaknya bertakbir sebelum dibawa ke rumah sakit.
"Dijemput sama anak-anak ternyata udah enggak sadar. Tapi sempet kedenger dia baca Allahuakbar, Allahuakbar. Terus dibawa ke RS Permata, tapi sampai sana katanya udah meninggal," beber Rohayah.
Rohayah menyebut, sehari-hari, kakaknya itu berjualan nasi uduk. Dia masak sejak dini hari dan mulai jualan subuh hingga siang.Dia menduga, kakaknya itu meninggal akibat kelelahan setelah jualan nasi uduk dan antre beli gas elpiji 3 kilogram yang jaraknya sekira 500 meter.
Nahas yang sama juga dialami seorang ibu di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Tri Lestari yang berusia 50 tahun meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan saat mencari gas elpiji 3kg.
Tri mengalami kecelakaan maut di Jalan Raya Semaarang-Grobogan. Perstiwa itu berawal dari korban yang ingin menyalip sebuah truk tronton dari sisi kiri.
Saat mengendarai motornya, korban membawa tabung gas elpiji 3kg. Namun, di tengah usahanya menyalip, motor korban oleng dan terjatuh. Kendaraannya jatuh ke arah kiri, dan korban ke arah kanan hingga masuk ke kolong truk.
Tri meninggal dunia di tempat kejadian meski sebelumnya sempat merintih minta tolong.