Suara.com - LPG atau Liquefied Petroleum Gas ukuran 3 kilogram telah lama menjadi salah satu sumber kebutuhan utama di Indonesia. Gas LPG 3 kg atau yang juga disebut sebagai gas melon itu banyak dipakai dalam industri kecil serta rumah tangga.
Namun, saat ini pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa gas elpiji 3 kilogram tidak diperjualbelikan secara eceran per 1 Februari 2025. Gas itu hanya bisa dibeli di pangkalan atau subpenyalur resmi seperti Pertamina.
Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, gas elpiji 3 kilogram diklaim menjadi sulit dicari di beberapa daerah hingga topik LPG 3 kg langka menjadi perbincangan hangat.
Padahal jika menilik sejarahnya, dulu LPG hadir sebagai solusi untuk masyarakat. Berikut akan dibahas sejarah gas LPG 3 kg dari awal muncul, bisa menjadi kebutuhan utama masyarakat, hingga berujung langka.
Sejarah Gas LPG 3 Kg yang Kini Langka
Penggunaan gas elpiji di Indonesia sendiri dimulai pada tahun 1968 silam. Saat itu, produk pertama yang diperkenalkan adalah gas elpiji 12 kg dengan tabung berwarna biru. Peredarannya tersebut bukan tanpa tujuan.
Diadakannya gas elpiji sebagai pilihan lain bagi minyak tanah dan kayu bakar yang kala itu banyak dipakai masyarakat. Kedua sumber energi ini memiliki sejumlah kelemahan, sehingga gas elpiji mulai diberlakukan.
Kelemahan itu mencakup pasokan yang terbatas, pembakaran yang tidak efisien, serta dampak buruk bagi lingkungan. Gas elpiji dianggap sebagai solusi yang efektif karena terbuat dari propana dan butana.
Awalnya, gas elpiji lebih banyak dipakai di kota-kota besar saja. Seiring berjalannya waktu, penggunaannya semakin meluas ke daerah lain hingga akhirnya menjadi sumber utama masyarakat untuk mengolah makanan.
Sementara itu, tabung gas elpiji 3 kilogram mulai diluncurkan pada tahun 2007. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan penghasilan rendah yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006.
Gas melon berukuran kecil yang harganya lebih murah membuatnya mudah diakses, terlebih bagi keluarga tidak mampu dan usaha kecil. Ide ini juga menjadi solusi bagi harga minyak tanah yang sering berubah.
Gas tersebut telah membawa perubahan positif dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain rumah tangga, banyak warung makan hingga pedagang kaki lima mengandalkannya sebagai sumber energi.
Meski begitu, ada masalah dalam kehadiran gas elpiji 3 kilogram di Indonesia, yakni penyebaran yang salah sasaran. Tak sedikit usaha besar dan orang-orang kaya mengambil yang bukan haknya dengan menggunakan gas tersebut.
Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah mengambil langkah tegas dengan mengubah sistem distribusi. Per tanggal 1 Februari 2025, penjualannya hanya dilakukan di pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina saja.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengawasan. Selain itu, pemerintah ingin memastikan bahwa gas elpiji 3 kilogram bisa sampai ke tangan masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan.
Sebelumnya, pendistribusian gas elpiji 3 kilogram yang tidak tepat sasaran sempat dibahas dalam Analisis Ringkas Cepat DPR pada tahun 2020. Penjualan yang bebas disebut mampu membuatnya bisa diakses oleh siapapun, termasuk kelompok atas.
"Subsidi gas LPG 3 kg secara bebas. Mayoritas penerima subsidi berasal dari kelompok menengah ke atas, sedangkan 30 persen masyarakat termiskin hanya menerima 25 persen dari total subsidi yang diberikan pemerintah," demikian bunyi dari isi laporan tersebut, dikutip Selasa (4/2/2025).
Kontributor : Xandra Junia Indriasti