Lawan Fast Fashion untuk Cegah Lingkungan Rusak, Beli Barang Harus Mindful!

Selasa, 04 Februari 2025 | 08:05 WIB
Lawan Fast Fashion untuk Cegah Lingkungan Rusak, Beli Barang Harus Mindful!
Sneakers Enthusiast, Adityalogy di Store WN White Noise di Radio Dalam, Jakarta Selatan, Sabtu (1/2/2025) (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Limbah pakaian bekas di Indonesia terus bertambah, salah satunya disebabkan fast fashion. Sehingga masyarakat harus tahu biang kerok kerusakan lingkungan bukan cuma sampah plastik, tapi juga sampah fashion.

Fast fashion adalah industri tekstil yang membuat model fashion berganti sangat cepat, dan menggunakan bahan berkualitas buruk sehingga tidak tahan lama.

Fenomena ini juga dibenarkan Sneakers Enthusiast sekaligus Pemerhati Apparel, Adityalogy yang mengatakan industri fashion dengan konsep fast fashion bisa memicu seseorang bertindak FOMO (Fear of Missing Out) yaitu perasaan takut kertinggalan tren yang bisa berdampak pada kesehatan mental.

"Seperti yang dididik oleh fast fashion, selalu keluar yang baru selalu menimbulkan Fear of Missing Out (FOMO)nya," papar Aditya dalam peluncuran Access Bag Series WN White Noise X Soboyow di store WN White Noise, Radio Dalam, Jakarta Selatan, Sabtu (1/2/2024).

Baca Juga: Beda Reaksi Aisar Khaled Lihat Jennifer Coppen vs Fuji dan Verrell Bramasta di Fashion Show, Cemburu?

Sneakers Enthusiast, Adityalogy di Store WN White Noise di Radio Dalam, Jakarta Selatan, Sabtu (1/2/2025) (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Sneakers Enthusiast, Adityalogy di Store WN White Noise di Radio Dalam, Jakarta Selatan, Sabtu (1/2/2025) (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)

Mirisnya lagi kata Aditya, setelah seseorang mengalami FOMO dan terbujuk membeli produk fast fashion padahal ia tidak membutuhkan barang tersebut, hasilnya orang tersebut bingung tempat menyimpannya.

"Gini deh kalau kita kebanyakan beli barang, kadang kita nggak tahu itu barang mau di ke manain, kepenuhan, kita terutama spendingnya nggak jelas," jelas lelaki yang juga Creative Director di Soboyow itu.

Untuk melawan industri fast fashion ini, kata Aditya, penting buat masyarakat punya pola pikir mindful atau sadar penuh saat membeli barang fashion. Kesadaran penuh ini harus digunakan dengan cara memikirkan apakah produk benar-benar diperlukan, perhatikan kualitasnya agar bisa digunakan dalam jangka panjang sehingga tidak cepat rusak dan jadi sampah.

Termasuk juga penting memilih brand yang memiliki nilai lebih dan mendukung keberlanjutan. Apalagi kata Aditya banyak brand lokal dengan kualitas setara internasional, yang sudah mulai menggunakan bahan daur ulang seperti recyclon yaitu nylon daur ulang.

Brand manager WN White Noise, Teddy Lai menjelaskan ada perbedaan mendasar antara nylon virgin dengan nylon daur ulang alias recyclon. Nylon virgin terbuat dari minyak bumi sedangkan recyclon yang digunakan dalam produk kolaborasi WN White Noise berupa totebag hingga slig bag ini, terbuat dari sampah produksi nylon yang sudah tidak terpakai.

Baca Juga: Modest Fashion dan Tren Sustainable: Peran Brand Lokal dalam Meningkatkan Ekosistem Fashion Indonesia

 Sisa produksi nilon yang sudah tak terpakai (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Sisa produksi nilon yang sudah tak terpakai (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)

"Jadi bisa dibilang tidak menggunakan minyak bumi lagi, tapi menggunakan sampah produksi udah nggak terpakai didaurulang lagi jadi kita pakai 100 persen recycle, kalau dari risetnya mengurangi sekitar 70 persen dari gas emisi yang terbuang dari produksi," papar Teddy.

Teddy mengakui material recyclon ini sulit ditemukan di Indonesia, karena terbatasnya teknologi daur ulang nylon dalam negeri, sehingga bahan didapat dari produsen Jepang yang sudah tersertifikasi memenuhi syarat ramah lingkungan.

Namun Teddy memastikan, seluruh proses produksi dilakukan di Indonesia atau tepatnya di Serang, Banten menggunakan tenaga kerja lokal. Bahkan beberapa ibu rumah tangga ikut terlibat dalam pembuatan produk ini.

Tidak sampai sana, value produk kolaborasai ramah lingkungan ini juga ditambah dengan kampanye membeli satu tas, sama saja memberikan tas sekolah baru untuk anak-anak tidak mampu.

Aditya juga meyakini dengan menggunakan produk fashion ramah lingkungan, niscaya bisa mengurangi rasa bersalah dan berdosa saat membeli produk fashion baru karena berasal dari bahan daur ulang.

Terakhir kata Aditya, karena produk brand lokal ini mengunakan bahan premium, maka sekaligus menepis anggapan, produk fashion daur ulang punya kualitas buruk dan tidak tahan lama. Anggapan itu menurutnya sama sekali tidak benar.

"Dengan ini aku berharap teman-teman saat beli barang jadi lebih mindful (sadar). Bahwa ini loh beli sesuatu yang all in, ada material look dan giving back to other," pungkas Aditya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI