Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Dukcapil Kemendagri tertanggal 29 April 2016 sebagai respons terhadap pertanyaan dari salah satu Disdukcapil.
Adapun edaran ini pernah digunakan sebagai acuan bagi Disdukcapil Purworejo kala memberikan penjelasan kepada salah satu pemohon layanan yang mengajukan perubahan elemen data dari agama Buddha ke Kristen pada 4 Desember 2023 lalu.
Landasannya adalah perihal Hak Asasi Manusia (HAM), dimana kepercayaan atau keimanan merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh negara.
Dalam kaitannya dengan status perkawinan bagi penduduk yang berpindah agama, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 6, Pasal 12, dan Pasal 22, perpindahan agama bagi pasangan yang telah menikah tidak membatalkan pernikahan yang telah sah sebelumnya. Adapun status perkawinan tetap “Kawin Tercatat”.
Lebih lanjut, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga terdapat aturan yang relevan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 huruf c yang menyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Kemudian, perkawinan beda agama yang telah memiliki Buku Nikah atau Akta Perkawinan yang diterbitkan sejak lama (misalnya oleh Kecamatan), tetap dapat dicatatkan sebagai "Kawin Tercatat" dalam Kartu Keluarga terbaru.
Dalam hukum Islam sendiri, kemurtadan (keluar dari islam) pihak suami mengakibatkan batalnya perkawinan, karena murtad disamakan dengan musyrik. Hal ini tetap berlaku meskipun sang istri berpindah ke agama ahli kitab.
Kontributor : Damayanti Kahyangan
Baca Juga: Deretan Pendakwah yang Diundang Richard Lee untuk Bahas Islam, Didominasi Keturunan Tionghoa