Suara.com - Gaya rambut pria di China cukup unik. Dimana, kepalanya setengah botak dan bagian belakangnya panjang hingga dikepang. Ternyata, gaya rambut tersebut punya sejarah panjang.
Model rambut yang dikenal dengan nama Bianzi atau Toucang ini tidak hanya sekadar tren, tetapi aturan yang diberlakukan oleh penguasa Dinasti Qing sejak tahun 1644.
Mengutip dari berbagai sumber, aturan ini muncul setelah suku Manchu berhasil menguasai China dan menggulingkan Dinasti Ming.
Sebagai bentuk reformasi kekaisaran, Dinasti Qing mewajibkan seluruh pria mencukur bagian depan rambutnya hingga licin, sementara bagian belakang tetap dikepang panjang. Kebijakan ini berlaku sebagai tanda loyalitas kepada penguasa baru.
Namun, aturan tersebut mendapatkan perlawanan dari pria suku Han yang menilai rambut sebagai simbol kehormatan dan bakti kepada orang tua.
Mereka enggan mengikuti kebijakan Bianzi, sebab mencukur rambut dianggap sebagai tindakan yang mempermalukan diri sendiri.
Meski banyak yang menolak, Dinasti Qing tidak memberikan pilihan lain. Pria yang enggan mencukur rambut harus menghadapi hukuman berat: cukur atau dihukum mati. Hal ini memicu perlawanan besar dari rakyat Han yang melancarkan gerakan anti-Toucang.
Perlawanan ini bahkan berujung pada pertumpahan darah karena banyak warga yang lebih memilih bertarung daripada harus tunduk pada aturan tersebut.
Seiring waktu, kebijakan ini akhirnya diterima dan berlangsung selama lebih dari dua abad. Model rambut ini pun menjadi identitas pria China di berbagai belahan dunia, termasuk di Batavia (kini Jakarta) pada abad ke-17.
Kebijakan ini baru dihapus pada tahun 1911 setelah kejatuhan Dinasti Qing dan munculnya reformasi besar-besaran di negeri tersebut.