Suara.com - Tahun Baru Imlek 2025 atau 2576 Kongzili yang jatuh pada 29 Januari 2025 menjadi momen istimewa bagi masyarakat Tionghoa. Tradisi perayaan yang meriah, didominasi warna merah dan kuning serta simbol Ular Kayu, turut meningkatkan minat masyarakat untuk lebih memahami budaya Tionghoa, termasuk ilmu Feng Shui.
Ilmu Feng Shui telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa selama ribuan tahun. Banyak orang percaya bahwa penataan ruang yang tepat dapat membawa keberuntungan dan kesejahteraan.
Tak heran, permintaan terhadap konsultasi ahli Feng Shui meningkat, terutama bagi mereka yang ingin mendapatkan hoki dan keberlimpahan di tahun baru.
Menurut pakar Feng Shui, Gunadi Widjaja, profesi ini lahir dari tradisi turun-temurun yang berawal dari keinginan untuk membantu masyarakat dalam menata tata letak bangunan agar selaras dengan energi alam.
Ilmu ini awalnya disebut "kang yi", yang berarti melihat daratan, dan digunakan oleh para sesepuh desa untuk memberikan saran mengenai pembangunan rumah dan tata ruang pemukiman.
Seiring waktu, para ahli Feng Shui mulai mendalami berbagai aspek energi dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Mereka tidak hanya mengandalkan intuisi, tetapi juga menerapkan metode ilmiah seperti analisis geografi, topografi, serta arsitektur untuk menentukan lokasi terbaik bagi rumah, makam, dan bangunan lainnya.
Yulius Fang, seorang praktisi Feng Shui mengatakan bahwa ilmu ini telah ada selama lebih dari 6.000 tahun. Dalam sejarah Tiongkok, para kaisar bahkan memiliki departemen khusus yang berisi cendekiawan Feng Shui guna menentukan lokasi strategis untuk kota, istana, hingga makam kerajaan.
Perbedaan Feng Shui dan Astrologi
Banyak orang masih salah kaprah dalam membedakan Feng Shui dengan astrologi. Gunadi menjelaskan bahwa Feng Shui adalah ilmu yang berkaitan dengan tata letak ruang, sedangkan astrologi lebih berfokus pada pengaruh pergerakan benda langit terhadap kehidupan manusia.
Sebagai contoh, astrologi Tiongkok menggunakan 12 shio yang didasarkan pada siklus pergerakan planet Jupiter. Sementara itu, Feng Shui berfokus pada pengaturan energi dalam rumah atau tempat usaha agar selaras dengan kesejahteraan penghuninya.
“Feng Shui bukan sekadar mengetahui peruntungan shio, melainkan ilmu untuk mengatur energi agar hidup lebih sukses dan harmonis,” ungkap Gunadi.
Tantangan Ahli Feng Shui di Era Modern
Meski telah bertahan selama ribuan tahun, Feng Shui menghadapi berbagai tantangan di era modern. Salah satunya adalah anggapan bahwa ilmu ini berkaitan dengan hal mistis atau supranatural. Padahal, Feng Shui sejati bersifat ilmiah dan bisa dipelajari oleh siapa saja melalui akademi yang resmi.
Selain itu, banyak masyarakat yang menginginkan hasil instan dari penerapan Feng Shui. Mereka berharap dapat langsung meraih kekayaan dalam waktu singkat setelah melakukan konsultasi.
Gunadi menegaskan bahwa Feng Shui tidak bekerja seperti sulap, tetapi membutuhkan pemahaman mendalam dan penerapan yang tepat agar memberikan hasil optimal.
Kemajuan teknologi juga membawa tantangan tersendiri bagi para ahli Feng Shui. Bentuk bangunan modern yang semakin kompleks menuntut adaptasi dalam metode analisis tradisional. Misalnya, desain rumah yang kini mengintegrasikan toilet di dalam kamar tidur menimbulkan perubahan dalam interpretasi tata letak Feng Shui.
Di sisi lain, teknologi juga membantu meningkatkan keakuratan analisis Feng Shui. Penggunaan kompas magnetik modern, pemetaan digital, serta drone untuk survei topografi memungkinkan para ahli Feng Shui melakukan riset dengan lebih efisien dan presisi tinggi.
Dengan semakin berkembangnya pemahaman dan penerapan yang lebih ilmiah, ilmu Feng Shui terus bertahan dan semakin diminati, tidak hanya di Tiongkok tetapi juga di berbagai belahan dunia. (antara)