Suara.com - Teknologi re produksi yang terus berkembang memberikan program hamil (promil) harapan baru bagi pasangan yang menghadapi tantangan kesuburan. Mulai dari promil inseminasi, IVF (In Vitro Fertilization), hingga terobosan IVM (In Vitro Maturation).
Apa Itu IVM?
IVM atau In Vitro Maturation adalah teknologi reproduksi berbantu yang memungkinkan pematangan sel telur dilakukan di laboratorium, bukan di dalam tubuh. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil oosit (sel telur) yang belum matang dari ovarium, kemudian mematangkannya di laboratorium hingga siap untuk dibuahi.
IVM mulai diteliti pada 1930-an oleh Gregory Pincus yang mempelajari pematangan oosit mamalia di luar tubuh, lalu berkembang pesat penerapannya pada manusia sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Kelahiran bayi pertama melalui IVM dilaporkan oleh Cha et al terjadi di Korea Selatan pada 1991. Saat ini, teknologi IVM sudah mulai diaplikasikan oleh Morula IVF Indonesia.
Berbeda dengan IVF, dijelaskan dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K) IVM tak memerlukan stimulasi hormon ovarium secara intensif. Dibandingkan IVF, risiko efek samping IVM seperti OHSS (Ovarian Hyperstimulation Syndrome) relatif lebih rendah dan ketidaknyamanan pasca-pengambilan oosit juga relatif ringan.
"IVM juga menjadi solusi ideal untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS atau respon berlebihan terhadap obat-obatan yang merangsang produksi sel telur di ovarium, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)," jelas dia dalam siaran pers yang Suara.com terima baru-baru ini.

Meski begitu, tingkat keberhasilan IVM umumnya lebih rendah sekitar (20–35%) dibandingkan IVF konvensional (40–50%). Estimasi harga IVM bervariasi di setiap negara dan klinik, tergantung protokol dan obat-obatan yang digunakan.
Di beberapa klinik, biayanya bisa lebih rendah dibandingkan IVF karena menggunakan lebih sedikit obat stimulasi.
Baca Juga: Dibui Kala Mengandung, Ini Hak Ibu Hamil di Penjara yang Patut Diterima Mira Hayati
Perbandingan IVM dan IVF