Suara.com - Kasus ASN Kemendikti Saintek menggelar demo masih menjadi trending di media sosial. Ratusan ASN Dikti diduga berdemo untuk mengkritik Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Dalam demo itu, para ASN Dikti juga membentangkan spanduk yang menyindir dugaan penyalahgunaan kekuasaan Menteri Satryo dan sang istri. Mereka juga menegaskan diri sebagai ASN, bukan pembantu keluarga.
Demo masif para ASN Dikti itu seolah menyiratkan situasi toxic di tempat kerja mereka, tepatnya adalah Kemendikti Saintek. Mengenai itu, ada baiknya untuk memahami ciri-ciri atasan toxic di tempat kerja
Menyadur Choosing Therapy, ada banyak tanda untuk memahami apakah bos toxic, atau tidak. Ciri-ciri ini wajib dimengerti pekerja agar tidak terjerumus dalam lingkungan kerja yang toxic.
1. Tidak bisa menerima saran
Atasan toxic sering kesulitan menerima tanggung jawab pribadi atau mengakui kesalahannya. Akibatnya, atasan cenderung bersikap defensif saat kesalahannya diungkap. Mereka bahkan mungkin menyalahkan orang lain.
2. Gaslighting
Gaslighting adalah salah satu bentuk kekerasan yang paling merusak. Atasan toxic dapat menggunakannya untuk berbohong, meremehkan, atau memutarbalikkan situasi tertentu.
Contohnya, atasan mungkin ngotot memberi tahu Anda tentang tenggat waktu tertentu, padahal Anda yakin mereka tidak pernah memberitahu.
3. Menuntut pujian terus-menerus
Sering kali, perasaan rendah diri memicu atasan berbuat toxic. Tipe atasan ini biasa menginginkan pengakuan atau pujian sesering mungkin. Mereka bahkan mungkin mencari pujian dengan cara yang tampak memalukan bagi orang lain.
4. Berteriak saat marah
Atasan yang toxic sering kali kesulitan mengendalikan emosinya. Para bos seperti ini bisa menjadi tidak terkendali dalam rapat. Alih-alih mengungkapkan kebutuhan dengan tepat, atasan toxic bisa menggunakan taktik intimidasi, seperti berteriak atau mengancam orang lain.
5. Kebohongan yang mencolok
Kejujuran adalah bagian penting dari hubungan yang sehat. Jadi jika Anda memergoki bos berbohong kepada Anda, itu adalah tanda bahaya yang serius.
Kebohongan bisa menjadi tanda atasan sedang menghindari tugas-tugas penting di tempat kerja, meremehkan kekurangannya sendiri, atau mencoba mengambil keuntungan atas hal-hal yang bukan milik mereka.
6. Mengawasi pekerjaan dengan manajemen mikro
Manajemen mikro bisa menjadi metode intimidasi halus lainnya. Bos toxic sering kali memiliki masalah kontrol, seperti kesulitan memercayai timnya sendiri untuk melakukan pekerjaan secara efektif.
Akibatnya, bos bisa menciptakan lingkungan kerja toxic, di mana setiap gerakan pekerja diawasi. Hal ini, tentu saja, dapat membuat pegawai merasa cemas atau kesal, terutama ketika pekerja merasa mampu menyelesaikan tugas. Ditambah hal ini juga menghambat pekerjaan.
7. Sering bergosip
Bos toxic mungkin berbicara buruk tentang manajer atau karyawan lain. Dalam beberapa hal, atasan mungkin tampak senang menyebarkan rumor.
Atasan yang profesional dan terhormat mungkin punya pendapat, tetapi mereka menyimpan pikiran itu untuk diri sendiri. Sebaliknya, atasan toxic mungkin senang mengaduk-aduk masalah dan melihat kekacauan terjadi.
8. Mengucilkan orang
Atasan toxic sering meremehkan lingkungan kerja yang kolaboratif. Tandanya bisa terlihat saat atasan sering pilih kasih dan mengadu domba pegawai satu sama lain.
Taktik ini sering membuat pegawai fokus melampiaskan perasaan mereka pada satu sama lain, alih-alih menyadari sumber masalahnya.
9. Memberikan arahan yang tidak jelas
Atasan toxic mungkin bersikap pasif atau tidak langsung saat memberi tugas ke pegawai. Biasanya, atasan seperti ini seolah berharap pegawai membaca pikirannya.
Akibatnya, pegawai mungkin terjebak menebak-nebak apa yang atasan inginkan. Tak jarang pegawai menjadi mudah merasa cemas atau tidak kompeten.
10. Mencampuri urusan pegawai
Beberapa atasan yang toxic akan mencoba mengendalikan setiap aspek tempat kerja. Contohnya, atasan mungkin menyuruh pegawai mencoba melakukan hal-hal di luar lingkup kompetensi mereka. Pola ini dapat membuat pegawai frustrasi dan merugikan kesejahteraan perusahaan.
11. Tidak menghormati batasan pegawai
Atasan yang toxic mengabaikan batasan orang lain. Sebagai contoh, ketika pekerja menyebutkan jam kerja yang ditetapkan, atasan yang buruk kemungkinan akan mencoba mempermalukan atau memaksa pegawai untuk bekerja lebih lama.
Mereka mungkin juga memaksa pekerja untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Dan jika pegawai menolak, atasan melakukan kekerasan finansial dengan menahan gaji atau kompensasi.
12. Mencuri pekerjaan pegawai
Atasan yang toxic tidak memiliki masalah mengklaim ide, konten, atau bahkan pekerjaan langsung orang lain. Dalam beberapa kasus, kompetensi seorang pegawai memang dapat dilihat dari hasil kerja keras mereka.
Namun, kita semua tahu bahwa menerima penghargaan juga penting. Oleh karena itu, pekerja bisa sangat frustrasi ketika atasan mendapatkan penghargaan dari mencuri ide mereka.
13. Sering mengancam
Bos toxic bisa menjadi mudah marah dan impulsif saat merasa stres. Akibatnya, atasan mungkin melampiaskan rasa frustrasinya kepada pegawai mereka. Misalnya, mereka mungkin mengancam akan mengurangi jumlah departemen atau memecat pegawai.
14. Terus-menerus menyela
Jika atasan Anda berbicara tanpa henti saat rapat atau percakapan sehari-hari, itu pertanda buruk. Itu berarti atasan mungkin tidak menghargai apa yang Anda katakan. Itu menjadi tanda atasan tidak meluangkan waktu untuk mendengarkan kebutuhan pegawai mereka.
15. Mempermalukan orang lain
Tidaklah baik untuk mengejek atau mempermalukan pegawai di depan umum. Namun, bos toxic sering kali meremehkan orang lain agar mereka menyerahkan kekuasaan mereka.
Contohnya, atasan mungkin menghina karyawan dalam rapat, mengabaikan perasaan mereka, atau menggunakan sarkasme untuk membenarkan perilaku kejamnya.
16. Mengganggu pekerja setelah jam kerja
Keadaan darurat memang terjadi, tetapi bos seharusnya tidak mengirim email atau menelepon pegawai sepanjang malam. Mereka juga seharusnya tidak mempermalukan pegawai ketika mereka mengambil cuti pribadi atau cuti sakit.
Jika atasan Anda bersikap seolah-olah Anda harus bekerja 24 jam non stop, itu pertanda bahwa mereka tidak menghargai kebutuhan pegawai untuk menyeimbangkan kehidupan dan pekerjaan.