Suara.com - Konten TikTok seorang nakes yang bertugas di Papua, menjadi sorotan di media sosial. Terlihat akun @/_wike.afrilia_ menukar pangan lokal dengan pangan instan atau olahan.
Dalam beberapa video, terlihat warga lokal membawakan beberapa pangan lokal, seperti ikan atau udang yang baru dipancingnya dengan beberapa bungkus mi instan.
Terlihat warga lokal tersebut merasa senang setelah menukar apa yang dimilikinya dengan bahan makanan olahan yang mungkin sulit didapatkannya. Meski begitu, hal ini menjadi perhatian tersendiri di media sosial X.
Sebab kebanyakan, pangan lokal yang segar dan sehat itu memang ditukar dengan makanan olahan yang tidak sehat, tinggi natrium hingga gula. Salah satunya seperti dituliskan akun X @/berlianidris.
Baca Juga: Baru Saja! Gempa Magnitudo 3,6 di Papua Barat
Netizen tersebut bahkan langsung menegur Kepala Badan Gizi Nasional dan Kementrian Kesehatan RI untuk memberikan perhatian terhadap hal tersebut.
"Mohon perhatian Ka. Badan Gizi Nasional Bpk Dadan Hindayana & @KemenkesRI, agar menegur Nakes & siapapun yg menukar pangan segar lokal dari penduduk dgn pangan instan processed, & menjadikannya spt konten sedekah. Bukan hanya tidak sehat, ini juga penghinaan atas kebhinekaan," tulis dia seperti Suara.com kutip pada Jumat (17/1/2025).
Netizen lain menyebut dirinya sangat menyayangkan, sebab warga Papua yang telah beradaptasi dengan lingkungan dan sumber pangan lokalnya, tiba-tiba dipaksa berubah.
"Betul, dipaksa berubah. Kemarin lewat fyp, mereka punya persediaan sagu, tapi dianggap 'kasian' dan malah dikasih bantuan kyk yg sebelah kanan. Mirisnya, isi komen malah jadiin videonya konten bersyukur," ujar @sar****.
"Aduh, udah sering gue komen ini tuh gastrokolonialisme, tapi ya diserang balik sama fansnya. Pdhl cukup edukasi aja, udang, ikan, pisang, dan hasil alam itu jauuuh lebih baik gizinya dibandingkan mie instan. Belom lagi kasih beras ke mereka yg normalnya makan sagu," tulis @van****.
Baca Juga: Satgas Damai Cartenz: 27 Anggota KKB Tewas Sepanjang 2024, 35 Markas Dikuasai
"Adanya cipkon gastrokolinialisme. Masyarakat dipaksa pasrah hutannya dibabat, pangan lokal sprti sagu,umbi-umbian didiskreditkan dan muncul orkestrasi pahlawan kesiangan yg bagi2 mie," tambah @pese****.