Sejarah Terlupakan: Bouraq, Maskapai yang Pernah Merajai Langit Indonesia

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 17 Januari 2025 | 16:06 WIB
Sejarah Terlupakan: Bouraq, Maskapai yang Pernah Merajai Langit Indonesia
Ilustrasi pesawat terbang.(Freepik.com/wirestock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bouraq Indonesia Airlines, yang lebih dikenal dengan nama pesawat Bouraq, adalah salah satu maskapai penerbangan yang pernah meramaikan industri penerbangan di Indonesia. Berikut adalah sejarah pesawat Bouraq.

Dikenal dengan warna khas hijau toska, maskapai ini memiliki cerita unik di balik pendiriannya dan perjalanan panjang yang akhirnya berakhir gulung tikar.

Bouraq didirikan pada tahun 1970 oleh Jerri A. Sumendap, seorang pengusaha kayu asal Manado, Sulawesi Utara. Berikut ulasan selengkapnya seperti dikutip dari infiniteflight.com dan sumber lainnya.

Baca Juga: Cek Fakta: Insiden Sebelum Kecelakaan Jeju Air di Korea Selatan

Sejarah dan Latar Belakang Pendirian Maskapai

Meski tak memiliki latar belakang di dunia penerbangan, Jerri A. Sumendap memulai proyek besar ini karena keprihatinannya terhadap kurangnya sarana transportasi di Kalimantan. Pada akhir 1960-an, pulau ini, yang kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak, belum memiliki penerbangan reguler yang menghubungkannya dengan pulau-pulau lain di Indonesia.

Dilandasi oleh alasan itulah, Jerri memutuskan untuk membangun sebuah maskapai yang bisa menghubungkan Kalimantan dengan wilayah lain di tanah air.

Dengan modal awal tiga unit pesawat DC-3, Bouraq memulai operasional pada 1 April 1970, dengan penerbangan pertamanya mendarat di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Nama Bouraq sendiri diambil dari "Buraq", yaitu kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra Miraj, dengan harapan bisa menjadi maskapai yang cepat berkembang dan tepat waktu.

Baca Juga: Penumpang Bandara InJourney Tembus 155 Juta di 2024, Bandara Soetta Tersibuk

Ekspansi Bisnis Maskapai Bouraq

Setelah memulai perjalanan bisnis penerbangannya, Bouraq berkembang pesat. Pada tahun 1972, maskapai ini mendirikan anak perusahaan Bali Air yang berfokus pada penerbangan berjadwal untuk melayani rute-rute domestik, khususnya di Indonesia bagian timur.

Tak hanya itu, Bouraq juga mendirikan Bouraq Natour, yang bergerak di bidang konstruksi, dan membantu pembangunan beberapa bandara besar di Indonesia, seperti Bandara Sam Ratulangi di Manado pada 1976.

Memasuki tahun 1980-an, Bouraq semakin memantapkan eksistensinya di industri penerbangan Indonesia. Maskapai ini menambah armadanya dengan pesawat-pesawat baru, seperti Vickers Viscount (VC-843), CASA NC-212, dan BAE-748, serta memperkenalkan pesawat-pesawat jenis Britten Norman Islander dan Trislander untuk penerbangan perintis.

Pada tahun 1990, Bouraq bahkan berhasil meraih predikat sebagai maskapai swasta dengan performa ketepatan waktu terbaik dalam penerbangan domestik.

Pada masa puncaknya, Bouraq menghadapi kritik dari pesaing-pesaingnya yang menyebut armada Bouraq sebagian besar menggunakan pesawat tua. Untuk mengatasi hal tersebut, Bouraq mendatangkan pesawat jet Boeing 737-200 yang lebih modern, dengan dana sebesar USD 70 juta.

Maskapai ini berhasil memperbesar armadanya menjadi 30 unit, termasuk dengan melibatkan 100 awak pilot dan kopilot, beberapa di antaranya adalah penerbang perempuan yang langka pada saat itu, seperti Meriam Zanaria dan Lokawati Nakagawa.

Namun, meski mengalami kemajuan, Bouraq tetap harus menghadapi banyak tantangan, terutama saat krisis ekonomi Asia pada 1997 yang berdampak besar pada industri penerbangan Indonesia.

Maskapai ini berusaha bertahan dengan melakukan efisiensi, mengurangi jumlah pesawat, serta mengoptimalkan penggunaan awak pesawat, tetapi hal ini tidak cukup untuk mempertahankan operasional maskapai.

Kandasnya Maskapai Bouraq

Pada 6 Juni 1995 Jerri Sumendap meninggal dunia. Posisinya digantikan oleh anaknya, Danny Sumendap, yang berusaha memperbaiki struktur perusahaan dan menghadapi perkembangan zaman. Namun, upaya tersebut tidak mampu mengatasi krisis keuangan yang semakin menggerogoti Bouraq.

Pada tahun 2001, Bouraq terpaksa menghentikan sebagian besar operasionalnya, dan pada akhirnya, pada 25 Juli 2005, maskapai ini secara resmi gulung tikar. Pada saat penutupan, Bouraq hanya menyisakan satu pesawat Boeing 737-200, yang menggambarkan akhir dari kejayaan maskapai yang pernah menjadi kebanggaan Indonesia.

Pada tahun 2007, Bouraq dinyatakan pailit oleh pengadilan di Jakarta Pusat, dengan utang yang belum dapat dilunasi. Maskapai ini meninggalkan sejarah sebagai salah satu maskapai yang pernah berjaya namun akhirnya tak mampu bertahan dalam menghadapi persaingan dan krisis ekonomi.

Meskipun kini Bouraq telah tiada, kenangan tentang maskapai ini tetap hidup di hati banyak orang, terutama bagi mereka yang pernah merasakan layanan penerbangan dari maskapai ini.

Bouraq, yang pernah menjadi lambang ketepatan waktu dan semangat untuk memperbaiki konektivitas Indonesia, tetap dikenang sebagai legenda di dunia penerbangan Indonesia. Demikianlah informasi terkait sejarah pesawat Bouraq.

Kontributor : Dini Sukmaningtyas

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI