Suara.com - Kasus kekerasan pada anak di Indonesia semakin meningkat. Peristiwa ini dipicu berbagai faktor, termasuk gangguan kesehatan mental pada pelaku dan lingkungan yang tidak aman.
“Banyak pelaku kekerasan terhadap anak memiliki masalah atau gangguan kesehatan mental. Ketidakmampuan mengelola emosi dan perilaku membuat mereka berpotensi melakukan kekerasan,” kata Psikolog Klinis Forensik Universitas Indonesia, Kasandra Putranto, dikutip dari Antara, Kamis (16/1/2025).
Menurut Kasandra, kekerasan pada anak sering kali diwariskan secara turun-temurun. Anak yang menjadi korban kekerasan di masa kecil berpotensi mengulangi pola yang sama kepada anak-anak mereka, menciptakan siklus kekerasan yang sulit dihentikan.
Selain gangguan kesehatan mental, tekanan ekonomi juga menjadi salah satu faktor utama yang memicu kekerasan dalam rumah tangga.
“Selama masa sulit seperti pandemi, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dapat menyebabkan stres, frustrasi, dan agresi,” ujarnya.
Kurangnya kesadaran orang tua mengenai dampak buruk dari hukuman fisik juga memperburuk situasi. “Banyak orang tua tidak menyadari bahwa kekerasan memiliki efek jangka panjang terhadap perkembangan anak,” kata Kasandra lagi.
Lingkungan yang tidak aman di rumah turut memperparah masalah ini. “Kekerasan sering dilakukan oleh orang terdekat, termasuk anggota keluarga, menciptakan trauma mendalam bagi anak,” ungkap Kasandra.
Kasandra menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengatasi kekerasan pada anak. Ia meminta pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak dan pentingnya perlindungan anak melalui kampanye dan program edukasi.
“Pemerintah harus menyediakan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan dukungan sosial, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi sulit. Pelatihan bagi orang tua dan pengasuh juga penting untuk menghindari kekerasan dalam pengasuhan,” jelasnya.
Kasandra juga menyoroti perlunya kelompok dukungan di tingkat komunitas untuk membantu keluarga mengatasi masalah ekonomi dan gangguan kesehatan mental. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan harus dilakukan untuk memberikan efek jera.
Ia menambahkan, program intervensi dini sangat diperlukan untuk mengidentifikasi anak-anak yang berisiko mengalami kekerasan. “Kampanye anti-kekerasan, kolaborasi dengan lembaga sosial, serta monitoring dan evaluasi rutin juga harus dilakukan,” pungkasnya.