Suara.com - Sebentar lagi etnis Tionghoa di Indonesia akan merayakan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada 29 Januari 2025. Dalam tradisi perayaan Imlek, biasanya diramaikan penampilan kesenian tarian barongsai.
Orang Tionghoa percaya tampilnya barongsai di saat perayaan Imlek dapat mengusir roh-roh jahat dan mendatangkan keberuntungan.
Istilah barongsai hanya dikenal di Indonesia. Barongsai terdiri dari dua kata yaitu “Barong” dari seni tari Bali dan “Sai” dari bahasa Hokkian yang berarti singa.
Di Tiongkok, tarian ini dikenal dengan nama “Wu Shi” dan secara internasional dikenal sebagai “Lion Dance“ atau tarian singa.
Baca Juga: Sejarah Asal-usul Barongsai, Tarian Khas saat Imlek
Barongsai sendiri menjadi salah satu wujud dari akulturasi budaya Tionghoa dengan Indonesia, bahkan pada tahun 2010 telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.
Di Indonesia sendiri ada juga kesenian mirip barongsai yaitu barongan. Keduanya sama-sama tarian menggunakan kostum singa.
Lalu apa perbedaan antara barongsai dan barongan? Berikut ulasannya.
Barongsai
Dikutip dari website indonesiakaya.com, Irwan Abdullah, guru besar Antropologi Universitas Gadjah Mada, dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global menyebut barongsai berasal dari masa Dinasti Chin sekira abad ke-3 SM.
Baca Juga: Warna Keberuntungan Imlek 2025 Masing-masing Shio, Tak Melulu Merah!
Tarian barongsai ini kemudian menjadi tradisi yang populer pada zaman Dinasti Nan-Bei, sekira 420-589 Masehi. Tradisi ini dibawa ke Indonesia seiring migrasi besar-besaran dari Tiongkok sekira abad ke-17.
Dalam pertunjukkan Barongsai, satu orang memainkan peran depan dengan memakai topeng kepala singa, sementara yang lainnya berperan sebagai kaki belakang. Mereka menari-nari mengikuti irama musik.
Para pemain barongsai biasanya menggunakan celana yang bermotif sama dengan warna barongsai dan melingkarkan tali pada pinggangnya.
Pada bagian kepala barongsai terdapat beberapa atribut seperti pita merah dan cermin. Pita melambangkan bahwa sang singa telah dijinakkan atau sedang tidur.
Sementara cermin menurut kepercayaan masyarakat Tiongkok, berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat dan sifat-sifat buruk.
Barongan
Barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah terutama di Kabupaten Blora. Kesenian barongan ini bersumber dari hikayat Panji.
Diceritakan, iring-iringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong.
Dikutip dari tulisan jurnal berjudul "Between mystical and entertainment: A study on Barongan show in Blora, Indonesia", Barongan Blora mewakili Gembong Amijoyo dalam cerita “Panji” yang berarti harimau besar yang bertahta.
Beberapa sumber tradisional menyatakan bahwa keberadaan makam keramat di Desa Mlangsen, Blora, yang diduga sebagai makam Mbah Singo Lodro, berkaitan langsung dengan keberadaan Barongan Blora.
Penduduk setempat mengira harimau besar Mbah Singo Lodro sering muncul di makam tersebut. Menurut sumber sejarah dari Blora, pada masa konflik Naya Gimbal antara tahun 1825 hingga 1830, pada masa Perang Diponegoro, Pertunjukan Barongan pernah hadir pada setiap upacara atau pawai pernikahan.
Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas.
Pementasan kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrumen musik antara lain : Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul.
Seiring dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan instrumen modern yaitu berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan dengan kesenian campur sari.