"Kemudian, nama yang ia miliki saat masih kafir (belum beriman) boleh jadi tidak sesuai (dengan ciri keislaman), maka digantilah dengan nama-nama yang Islami seperti Shalih, Ahmad, Adullah, Abdurrahman, Muhammad, dan sebagainya. Jika namanya menunjukkan kalau dia menghamba kpada selain Allah misal 'Abd Al Masih, Abd Az-Zahrah, Abd Isa', ini wajib diubah karena tiada yang disembah kecuali Allah. Maka wajib diubah dengan nama semisal Abdullah, Abdurrahman dan semacamya.
Adapun jika namanya tidak mengandung unsur menghamba kepada selain Allah namun namanama itu dikenal sebagai nama-nama orang non-muslim, maka yang lebih baik adalah menggantinya," papar Syaikh Abdullah bin Baz.
Kendati begitu, Syaikh Abdullah juga menjelaskan bahwa hukum bagi seorang mualaf untuk mengganti nama adalah mubah alias diperbolehkan.
"Ketika seorang mualaf memutuskan untuk mengganti nama, hukumnya dianggap mubah atau diperbolehkan. Namun, jika nama sebelumnya memiliki konotasi kemusyrikan atau makna yang bertentangan dengan keyakinan Islam, maka hukumnya diwajibkan untuk diganti agar sejalan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Keputusan untuk mengganti nama atau tidak sering kali begitu sangat pribadi dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk keyakinan pribadi, lingkungan, dan budaya. Yang terpenting adalah menjalani keyakinan agama dengan tulus dan memahami makna dan implikasi dari nama yang digunakan," pungkasnya.