Suara.com - Tahun Baru Imlek yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa selalu identik dengan hujan. Ini bukan sekadar kebetulan, melainkan sebuah kepercayaan budaya yang menganggap hujan saat Imlek sebagai tanda keberuntungan dan rezeki. Namun, jika Imlek tidak hujan pertanda apa?
Hujan yang turun saat perayaan Tahun Baru Imlek dipercaya oleh banyak orang Tionghoa sebagai simbol keberuntungan. Kepercayaan ini berakar dari tradisi agraris masyarakat Tiongkok kuno, yang sebagian besar bergantung pada pertanian.
Pada zaman dahulu, hujan dianggap sebagai berkah bagi para petani, karena memastikan tanaman mereka mendapatkan pasokan air yang cukup untuk tumbuh dengan baik.
Bagi masyarakat Tionghoa, hujan saat Imlek juga terkait dengan kepercayaan bahwa hujan menandakan berkah dari langit. Dalam pandangan Feng Shui, hujan adalah simbol Dewi Kwan Im yang sedang menyirami bunga Mei Hwa, sebuah bunga yang dianggap membawa berkah menjelang Tahun Baru Imlek.
Namun, apakah benar bahwa jika tidak hujan saat Imlek akan membawa pertanda buruk? Simak penjelasannya berikut ini.
Imlek Tidak Hujan Pertanda Apa?
Walaupun hujan pada perayaan Tahun Baru Imlek dianggap sebagai tanda keberuntungan, ketiadaan hujan bukan berarti ada pertanda buruk. Tidak hujan saat perayaan Imlek bukan berarti tahun mendatang akan penuh dengan kesulitan atau kurang beruntung.
Hal itu hanya sebuah kepercayaan semata dan tidak memiliki makna khusus. Dengan kata lain, cuaca yang cerah tidak memengaruhi perjalanan hidup atau nasib seseorang di tahun baru.
Penting untuk dicatat bahwa hujan pada Imlek lebih terkait dengan musim dan cuaca yang terjadi pada periode tersebut. Perayaan Tahun Baru Imlek umumnya berlangsung antara akhir Januari dan awal Februari, yang bersamaan dengan puncak musim hujan di berbagai daerah, termasuk Indonesia.
Baca Juga: 5 Inspirasi Outfit Imlek Anti-mainstream dari Brand Lokal, Siap Memukau di Tahun Ular Kayu
Seiring berjalannya waktu, pandangan tentang hujan saat Imlek lebih dilihat sebagai tradisi budaya yang mengingatkan pada masa lalu ketika masyarakat Tionghoa mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama.