Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden alias presidential threshold yang selama ini ditetapkan 20 persen. Dengan begitu, MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sosok yang mengajukan gugatan ambang batas itu adalah 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. MK mengumumkan keputusan tersebut pada Kamis (2/1/2025) kemarin. Lantas siapa sebenarnya sosok mahasiswa penggugat ambang batas capres 20 persen itu? Simak penjelasan berikut ini.
Sosok Mahasiswa Penggugat Ambang Batas Capres
Ada 4 mahasiswa yang menggugat ambang batas capres 20 persen. Keempat mahasiswa itu adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Jogja.
Mereka dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dan berprestasi di kampus yang tergabung dalam sebuah komunitas bernama Pemerhati Konstitusi. Selain itu mereka juga aktif membuat artikel-artikel yang dipublikasikan di beberapa jurnal ilmiah.
Baca Juga: Dua Hakim Beda Pendapat Soal Penghapusan Presidential Threshold: MK Tidak Berhak Batalkan UU
Enika Maya Oktavia adalah mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengambil jurusan Siyasah/Hukum Ketatanegaraan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum. Enika dikenal sebagai mahasiswa berprestasi yang meraih juara III Kompetisi Debat Penegakan Hukum Pemilu Antar Perguruan Tinggi Se-Indonesia Ke-II Tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (BAWASLU RI).
Dikutip dari akunnya di LinkedIn, saat ini Enika magang sebagai Partnership Officer di Widya Robotics dan pengajar di Delta Private Jogja. Dia juga pernah magang sebagai asisten pengacara di Kantor Advokat Muhammad Iman SH & Rekan.
Enika pun sempat magang di Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Hukum Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta, magang di Pengadilan Negeri Sleman dan bekerja di Maharani Store.
Kemudian ada Rizki Maulana Syafei yang merupakan teman seangkatan Enika. Keduanya sama-sama ambil jurusan Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Jogja angkatan 2021. Di akun LinkedIn, Rizky diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Media dan Informasi Komunitas Pemerhati Konstitusi (Mei 2023-Mei 2024).
Rizky juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai bendahara umum (Agustus 2023-September 2024). Dikenal sebagai mahasiswa berprestasi, Rizky pernah Juara 1 Lomba Debat Festival Syariah International 4.0 yang diselenggarakan Fakultas Syariah Universitas Djuanda (UNIDA) pada Desember 2023 lalu.
Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold, Perindo: Ruang Demokrasi Semakin Terbuka
Berikutnya ada Faisal Nasirul Haq yang juga mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Jogja angkatan 2021. Selain tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi, Faisal juga aktif di lembaga otonom mahasiswa di Fakultas Syari’ah dan Hukum.
Faisal termasuk mahasiswa berprestasi karena pernah menyabet juara 3 Lomba Esai Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh LP2DH Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.
Terakhir ada Tsalis Khoirul Fatna yang berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Jogja yang terdaftar masuk pada 1 September 2021.
Di akun LinkedIn, Tsalis memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswi hukum sekaligus freelancer yang mahir dalam bidang tarik suara, menyukai dunia broadcasting, kecantikan, dan fashion hijab, serta menguasai excel. Dia juga aktif menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan.
Putusan Monumental
Putusan MK mengabulkan gugatan soal ambang batas capres 20 persen dari mahasiswa itu disebut sebagai putusan monumental. Apalagi dari sekian pengajuan judicial review, baru kali ini MK mengabulkan gugatan tersebut. Selain itu pihak yang mengajukan gugatan pun adalah mahasiswa.
Dengan dikabulkannya gugatan mahasiswa soal ambang batas ini seakan membuka ruang partisipasi publik. Dari sini seolah membuktikan kepada publik bahwa lembaga tinggi negara seperti MK menjadi lembaga independen yang tidak dikuasai kekuatan politik tertentu.
"Kan ada dugaan kalau MK disetir kekuatan oligarki, tunduk pada dinasti politik, namun dengan dikabulkannya gugatan ini bisa jadi pertanda kalau tuduhan itu tidak benar," kata Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Gugun El Guyanie.
Alasan 4 Mahasiswa Gugat Ambang Batas Capres
Gugun kemudian mengungkap alasan keempat mahasiswanya menggugat ambang batas capres. Disebutkan bahwa keempat mahasiswa itu tidak punya motif politik kekuasaan karena sejak awal berinisiatif untuk mengajukan gugatan itu datang dari diri mereka sendiri.
"Motif mahasiswa ini objektif, tidak ada subjektif kepentingan kekuasaan tertentu. Jadi pemohonnya ya jelas mereka yang ingin agar ruang demokrasi tidak dikendalikan oleh oligarki," jelas Gugun.
Menurut Gugun, apa yang dilakukan keempat mahasiswa UIN itu murni atas dasar kepentingan rakyat. Hal itu dilakukan agar setiap momen pilpres, calon yang maju bisa lebih bervariatif dan publik bisa punya banyak pilihan.
"Kalau presidential threshold tidak dihapus MK, maka setiap pilpres ya ketemunya capres yang itu-itu aja dari partai-partai besar, yang itu pasti sudah dikooptasi, didominasi, dihegemoni kepentingan oligarki," pungkasnya.
Kontributor : Trias Rohmadoni