Suara.com - Puasa Rajab merupakan amalan yang sering dipraktikkan oleh umat Islam. Puasa Rajab, yang dilakukan pada bulan ketujuh dalam kalender Hijriah, sering kali menjadi perdebatan di kalangan umat Islam mengenai statusnya sebagai amalan bid'ah atau tidak.
Namun ada perdebatan mengenai status hukumnya, apakah termasuk bid'ah atau sunnah. Menurut Ustadz Adi Hidayat, puasa Rajab adalah sunnah dan diperbolehkan untuk dilaksanakan.
Ia menjelaskan bahwa terdapat hadis sahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah berpuasa di bulan Rajab, yang menjadi dasar untuk melaksanakan puasa di bulan-bulan haram, termasuk Rajab.
Ustaz Adi Hidayat menekankan bahwa hukum asal dari setiap ibadah adalah haram jika tidak ada dalilnya.
Namun, puasa di bulan Rajab memiliki dalil yang kuat dari hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah dan Ibnu Abbas.
Dalam hadis tersebut, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sering berpuasa di bulan-bulan haram, termasuk Rajab.
Meskipun demikian, Ustaz Adi Hidayat juga mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak pada keutamaan-keutamaan yang disebutkan dalam hadis-hadis palsu terkait puasa Rajab.
Adapun dalil puasa Rajab diceritakan oleh Utsman bin Hakim Al Anshari. Ia berkata "Saya bertanya kepada Sa'id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka, ia pun menjawab, 'Saya telah mendengar Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma berkata, 'Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan ia juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.'" (HR. Muslim no. 1960).
Ia menekankan pentingnya mengacu pada dalil yang sahih dan tidak mengikuti amalan yang tidak memiliki dasar dari Nabi SAW.
Dengan demikian, puasa Rajab dapat dilakukan dengan niat untuk meningkatkan ibadah tanpa berharap pada keutamaan yang tidak jelas.
Secara ringkas, puasa Rajab adalah sunnah dan dianjurkan, tetapi pelaksanaannya harus didasarkan pada pemahaman yang benar mengenai dalil-dalil yang sahih.