Suara.com - Kecelakaan pesawat Jeju Air dengan penerbangan 7C2216 pada hari Minggu (29/12/2024), menjadi sorotan dunia. Peristiwa yang terjadi di Bandara Internasional Muan itu merenggut nyawa 179 dari 181 orang di dalamnya, termasuk 173 penumpang dan 8 awak pesawat.
Hal itu membuat dunia bertanya-tanya tentang penyebab pasti mengenai kecelakaan pesawat tersebut. Dikutip Brogada News, laporan awal menunjukkan bahwa roda pendaratan pesawat gagal bergerak, menyebabkan pesawat tergelincir di landasan pacu sebelum menghantam dinding, yang mengakibatkan ledakan besar.
Namun, pihak berwenang kini menduga kemungkinan tabrakan burung berperan dalam kecelakaan itu, yang meningkatkan kekhawatiran lebih lanjut tentang keselamatan Bandara Internasional Muan.
Menurut para pejabat, pengawas lalu lintas udara telah memperingatkan pesawat tentang risiko tabrakan burung beberapa menit sebelum kecelakaan terjadi. Laporan juga muncul bahwa salah satu awak pesawat yang selamat juga bersaksi soal kemungkinan tabrakan burung setelah ia diselamatkan dari reruntuhan.
Baca Juga: Keamanan Penerbangan Dipertanyakan? Tiga Insiden Pesawat Besar Terjadi Dalam 24 Jam
Apa Itu Fenomena Tabrakan Burung?
Fenomena yang dikenal sebagai tabrakan burung terjadi saat burung bertabrakan dengan badan atau mesin pesawat saat lepas landas, mendarat, atau terbang.
Diketahui bahwa seekor bebek mallard yang beratnya hanya 900 gram dapat memberikan dampak hingga 4,8 ton pada pesawat yang terbang dengan kecepatan 370 km/jam.
Khususnya, jika burung terhisap ke dalam mesin pesawat, hal itu dapat menyebabkan mesin terbakar atau meledak. Di Korea, kemungkinan tabrakan dengan migrasi burung lebih tinggi karena banyak bandara yang dekat dengan sungai dan garis pantai.
Para ahli penerbangan mengakui bahwa tabrakan burung merupakan bahaya yang diketahui dalam industri penerbangan, dan konsekuensinya bisa sangat dahsyat.
Baca Juga: 2 Orang Selamat, 179 Penumpang Pesawat Jeju Air Tewas di Bandara Internasional Muan
Tabrakan burung memang dapat menjadi masalah di bandara yang terletak di dekat ladang dan daerah pesisir, seperti Muan, tempat burung-burung yang bermigrasi sering singgah.
Tentang Bandara Internasional Muan Memiliki Tingkat Tabrakan Burung Tertinggi
Lokasi Bandara Internasional Muan juga merupakan faktor lain yang menimbulkan kekhawatiran. Karena terletak di dekat lahan pertanian dan daerah pesisir, bandara ini merupakan lingkungan yang ideal untuk tabrakan burung.
Burung yang bermigrasi ke dan dari wilayah tersebut sering kali berada di dekat bandara, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya tabrakan dengan pesawat.
Dikutip Chozun, data analisis menunjukkan bahwa Bandara Internasional Muan memiliki tingkat serangan burung tertinggi di antara 14 bandara di Korea dibandingkan dengan jumlah total operasi pesawat.
Menurut data yang disampaikan oleh Korea Airports Corporation kepada anggota parlemen Lee Yeon-hee dari Partai Demokrat, terdapat total 10 insiden tabrakan burung di Bandara Muan dari tahun 2019 hingga Agustus tahun ini.
Mengingat bahwa terdapat 11.004 penerbangan yang dioperasikan di Bandara Internasional Muan selama periode ini, estimasi tingkat kejadiannya adalah 0,09%.
Meskipun jumlah tabrakan absolut sangat rendah, sehingga sulit digeneralisasikan menjadi statistik yang berarti, memang benar bahwa tingkat tabrakan di Bandara Muan secara signifikan lebih tinggi daripada bandara besar lainnya seperti Gimpo (0,018%) atau Jeju (0,013%).
Jumlah total insiden tabrakan burung di seluruh bandara terus meningkat: 108 pada tahun 2019, 76 pada tahun 2020, 109 pada tahun 2021, 131 pada tahun 2022, dan 152 pada tahun 2023. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang menyebabkan burung yang bermigrasi menjadi burung yang menetap, serta perubahan waktu kemunculan dan spesiesnya.
Bandara juga berupaya mencegah tabrakan burung. Mereka telah mengontrak layanan khusus untuk mengerahkan personel khusus dan mengelola habitat burung, memanfaatkan berbagai perangkat pencegah seperti senjata, alarm keras, dan pengusir sonik.
Namun, mencegah kecelakaan 100% adalah hal yang mustahil. Baru-baru ini, telah ada penelitian tentang penggunaan deteksi radar dan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk melacak jalur migrasi burung melalui data besar.
Angkatan Udara pun sudah mengoperasikan tim pencegah burung, yang dikenal sebagai 'BAT' (Tim Peringatan Burung), di unit kontrol penerbangan di setiap pangkalan di seluruh negeri.
Perkembangan ini telah mendorong banyak pihak untuk mempertimbangkan kembali peran yang mungkin dimainkan oleh sejarah bandara dengan tabrakan burung dalam kecelakaan tersebut.