Kemala menyebut setelah keluarganya berkumpul, ia berlari sambil menggendong anaknya yang berusia 2 tahun. Sementara sang suami menggendong anak sulungnya yang berusia 7 tahun.
"Entah berapa langkah lari-lari tidak hitungan detik saya sempat menoleh ke belakang saya lihat air tinggi melewati rumah kami ada satu pohon mangga dibawa itu arus tsunami tiba-tiba begitu saya lari lagi hitungan detik saya dihantamnaya sepeti ada benda keras itu jatuhlah anak saya dari gendongan," ujar Kemala.
"Tiba-tiba saya sadar itu siang itu mayat sudah danyak saya pegangan sama mayat saya kira kiamat. Saya minta maaf sama mayat-mayat ini naik di atas mereka karena cari jalan," imbuhnya.
Saat sadar, Kemala menyebut ia sudah tak berpakaian lanaran kerasnya arus tsunami yang menghantamnya. Kemudian ada penyintas lain yang memberi ia mukena dan membawanya naik ke atas genteng rumah bersama korban selamat lain.
Kemala mendapat kabar bahwa abang iparnya meninggal, namun kakanya masih hidup. Kemala kemudian dibawa keluarga untuk berbat sampai ke Medan lantaran mengalami luka parah hingga paru-paru yang dipenuhi cairan kotor.
"Tidak lama di situ saya dipilihkan terus dikontrol pagi siang malam, sampai tiba saatnya idul adha itu saya masih di rumah sakit. Singkat cerita saya sudah sembuh dan stabil, baru saya dipulangkan," papar Kemala.
Kemala akhirnya menengok ke kampung halamannya yang terlihat sudah bersih dari timbunan sampah.
"Saya dari awal itu tidak melihat bagaimana kampung saya tidak tahu, pulang-pulang sudah bersih. Dan anak saya dua, suami saya tidak dapat sampai hari ini tidak tahu di mana kuburanya, korbannya, jasadnya. Saya tidak tahu ada di mana, ini cerita singkat saya korban tsunami 26 Deseber 2004 lalu," tuturnya.
Baca Juga: Panduan Perjalanan Darat dari Medan ke Aceh