Suara.com - Tanggal 26 Desember 2004 menjadi hari yang tak terlupakan bagi warga Aceh. Tepat 20 tahun lalu, Aceh dilanda gempa dan tsunami yang memakan korban lebih dari 160 ribu jiwa.
Hal itu juga dialami oleh seorang ibu yang videonya viral di media sosial. Perempuan dengan nama akun Kemala itu bercerita tentang detik-detik sebelum bencana besar terjadi.
"26 Desember 2004 silam, ini awal kisah saya diawali pagi hari minggu ada gempa yang sangat dahsyat, semua bergoyang rumah terasa ternagkat-angkat. Semua kami berlarian keluar rumah," ujar Kemala dalam video yang diunggah di akun TikTok @kemalaaceh.
Kemala menyebut ia duduk di depan kedai, kemudian usai gempa terjadi ada burung yang berterbangan di atasnya.
Baca Juga: Panduan Perjalanan Darat dari Medan ke Aceh
"Tidak lama kemudian ada suara burung muter-muter di atas rumah saya sambil bunyi seperti bunyi menangis," imbuhnya.
Kemudian ambulans mulai bermunculan hingga rombongan sepeda motor dan mobil. Mulanya ia pikir ada orang yang hanyut di laut pasalnya jelang tahun baru sering kali ada wisatawan tenggelam.
Sayangnya semakin lama makin banyak kendaraan datang dengan lampu yang dihidupkan.
"Lama-lama makin banyak kendaraan mereka nggak bilang lari tapi lampu dihidupkan, makin lama makin banyak kendaraan lewat. Saya bilang ke orang samping saya sepertinya ada sesuatu, anak saya juga digendong dengan beliau di bilang ini anakmu katanya kamu gendong sendri kalau ada apa-apa kalian bersama," kenangnya
Hingga kemudian, kakak dari Kemala datang menyampaikan bahwa air laut naik.
Baca Juga: 21 Hari Bertahan di Lautan, Martunis Anak Angkat Ronaldo Ungkap Kisah Pilu saat Tsunami Aceh
"Tidak terpikir oleh kami air laut naik sebegitu dahsyatnya," imbuhnya.
Kemala menyebut setelah keluarganya berkumpul, ia berlari sambil menggendong anaknya yang berusia 2 tahun. Sementara sang suami menggendong anak sulungnya yang berusia 7 tahun.
"Entah berapa langkah lari-lari tidak hitungan detik saya sempat menoleh ke belakang saya lihat air tinggi melewati rumah kami ada satu pohon mangga dibawa itu arus tsunami tiba-tiba begitu saya lari lagi hitungan detik saya dihantamnaya sepeti ada benda keras itu jatuhlah anak saya dari gendongan," ujar Kemala.
"Tiba-tiba saya sadar itu siang itu mayat sudah danyak saya pegangan sama mayat saya kira kiamat. Saya minta maaf sama mayat-mayat ini naik di atas mereka karena cari jalan," imbuhnya.
Saat sadar, Kemala menyebut ia sudah tak berpakaian lanaran kerasnya arus tsunami yang menghantamnya. Kemudian ada penyintas lain yang memberi ia mukena dan membawanya naik ke atas genteng rumah bersama korban selamat lain.
Kemala mendapat kabar bahwa abang iparnya meninggal, namun kakanya masih hidup. Kemala kemudian dibawa keluarga untuk berbat sampai ke Medan lantaran mengalami luka parah hingga paru-paru yang dipenuhi cairan kotor.
"Tidak lama di situ saya dipilihkan terus dikontrol pagi siang malam, sampai tiba saatnya idul adha itu saya masih di rumah sakit. Singkat cerita saya sudah sembuh dan stabil, baru saya dipulangkan," papar Kemala.
Kemala akhirnya menengok ke kampung halamannya yang terlihat sudah bersih dari timbunan sampah.
"Saya dari awal itu tidak melihat bagaimana kampung saya tidak tahu, pulang-pulang sudah bersih. Dan anak saya dua, suami saya tidak dapat sampai hari ini tidak tahu di mana kuburanya, korbannya, jasadnya. Saya tidak tahu ada di mana, ini cerita singkat saya korban tsunami 26 Deseber 2004 lalu," tuturnya.