Suara.com - Beberapa bulan lalu, salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit. Sebenarnya, ancaman pailit bisa saja membayang-bayangi para pelaku usaha, terutama mereka yang sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga harus melakukan piutang.
Terlebih lagi keadaan ekonomi yang saat ini masih belum stabil sehingga tidak adanya keseimbangan pergerakan antara produsen dan konsumen.
Oleh sebab itu, diperlukan kiat-kiat jitu untuk mencegah pailit pada perusahaan sehingga bisa dioperasikan dalam jangka waktu panjang.
Perbedaan Pailit dan Bangkrut
Dalam dunia usaha atau bisnis, pailit dan bangkrut merupakan dua istilah yang kerap kita dengar. Namun, tak sedikit orang mengganggap bahwa arti dari kedua istilah tersebut adalah sama.
Padahal, pailit dan bangkrut memiliki arti yang berbeda. Lantas, apa perbedaan dari kedua istilah tersebut? Berikut dilansir dari laman SIP Law Firm.
Pengertian Pailit
Mengacu pada Undang-Undang 37/2004 tentang kepailitan dan KPU, pailit dapat diartikan sebagai debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar lunas satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Bisa dikatakan bahwa seorang debitur yang memiliki piutang namun tidak mampu melunasinya dalam jangka waktu yang sudah ditentukan atau telah jatuh tempo, maka disebut pailit.

Kondisi pailit pada debitur akan resmi dinyatakan oleh putusan Pengadilan Niaga. Putusan tersebut bisa terjadi apabila ada permohonan dari debitur itu sendiri atau atas permohonan sang kreditur.
Baca Juga: Mengenal Indo Bharat Rayon, Perusahaan yang Bikin Raksasa Tekstil Sritex Pailit!
Lebih mudahnya lagi, pailit merupakan suatu kondisi di mana debitur tidak mampu membayar utang yang diajukan kepada kreditur.