Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Ini Pandangan Berbeda Ustaz Abdul Somad

Ruth Meliana Suara.Com
Sabtu, 21 Desember 2024 | 12:10 WIB
Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Ini Pandangan Berbeda Ustaz Abdul Somad
Ustaz Abdul Somad (UAS). [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Besok, tepatnya tanggal 22 Desember dikenal sebagai Hari Ibu. Tak sedikit orang yang merayakan momen ini dengan menyampaikan pesan menyentuh penuh cinta untuk sang ibu. Ucapan itu biasanya turut dilengkapi dengan hadiah.

Meski begitu, boleh atau tidaknya memperingati Hari Ibu dalam Islam sempat dipertanyakan. Lantas, bagaimana hukumnya merayakan momen tersebut menurut Ustaz Abdul Somad (UAS)? Berikut informasinya.

Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam Menurut Ustaz Abdul Somad 

Melansir akun Tiktok @aldealfery, UAS pada tahun 2022 silam sempat menjelaskan soal hukum memperingati Hari Ibu. Penjelasan ini disampaikan usai ia menerima pertanyaan dari salah seorang jemaah pengajian.

Baca Juga: Logo Hari Ibu 2024 Resmi KemenPPPA, Ini Link Download dan Maknanya

“Hari ini adalah Hari Ibu 22 Desember setiap tahunnya dirayakan oleh kita di Indonesia dan di luar negeri. Bagaimana hukum merayakannya?" tanya jemaah tersebut.

UAS kemudian menjawab dirinya lupa jika saat itu Hari Ibu. Menurutnya, perayaan seperti ini merupakan tradisi kafir. Sebab, memanjakan ibu hanya di hari tersebut, lalu setelahnya bahkan jarang ditengok.

“Saya tak ingat hari ini hari emak. Orang yang ikut merayakan Hari Ibu, siapa yang ikut tradisi orang kafir maka kafirlah dia. Hari ini dibawakannya bunga, dibelikannya makanan, dibelikannya baju untuk emaknya habis itu baru ditengoknya lagi tahun depan, setahun sekali,” papar Ustaz Abdul Somad.

Lebih lanjut, UAS menjelaskan bagaimana menyayangi ibu dalam Islam, yakni dengan merawat dan menjaganya. Ia juga mengatakan bahwa menurut para ulama, memperingati Hari Ibu itu hukumnya haram.

“Kalau sayang sama ibu bukan begitu caranya, jaga dia rawat dia, Ummuka…ummuka…ummuka. Ulama mengharamkan mengikuti tradisi orang kafir. Ini orang kafir punya cerita, gak usah biar mereka mengajari kita berbakti pada orang tua,” jelas UAS.

Baca Juga: Berderai Air Mata, Paula Verhoeven Rayakan Hari Ibu di Sekolah Anaknya

UAS menyebut memang ada beberapa ustaz yang berpendapat bahwa tradisi seperti itu boleh dilakukan hingga seseorang tanpa sadar telah mengikuti langkah Yahudi. Ia kemudian turut menyinggung April Mop sampai Valentine.

“Kalian akan ikut tradisi orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal sampai-sampai kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak , kamu pun ikut juga. Ikut acara apa? Valentine, April Mop, Jingle Bells, Merry Chrismas and Happy New Year, Mother day,” imbuhnya.

UAS menegaskan bahwa Hari Ibu tak seharusnya dirayakan oleh kaum Muslim. Ia saat itu sempat diingatkan oleh dua orang tentang Hari Ibu. Namun, ia menghiraukan hal tersebut karena tidak memperingatinya.

“Bertepatan hari ini 22 Desember merupakan Hari Ibu, dan dua orang mengingatkan saya hari ini. Maka kebiasaan kita adalah membuat ucapan selamat Hari Ibu. Jangan katakan kita, saya tak ada mengucapkan Hari Ibu kepada emak saya,” ucap UAS.

Sementara itu, dalam kompilasi fatwa, Mufti Besar Mesir dan Grand Syekh Al-Azhar As-Syarif Syekh Dokter Ali Jum’ah Muhammad menyatakan hal yang berbeda dari UAS. Ia menegaskan bahwa Hari Ibu dalam Islam boleh saja diperingati.

  السُّؤَالُ مَا حُكْمُ الْاِحْتِفَالِ بِعِيْدِ الْأُمِّ وَهَلْ هُوَ بِدْعَةٌ؟ الْجَوَابُ: ... وَمِنْ مَظَاهِرِ تَكْرِيْمِ الْأُمِّ الْاِحْتِفَالُ بِهَا وَحُسْنُ بِرِّهَا وَالْإِحْسَانُ إِلَيْهَا وَلَيْسَ فِي الشَّرْعِ مَا يَمْنَعُ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ هُنَاكَ مُنَاسَبَةٌ لِذَلِكَ يُعَبَّرُ فِيْهَا الْأَبْنَاءُ عَنْ بِرِّهِمْ بِأُمَّهَاتِهِمْ فَإِنَّ هَذَا أَمْرٌ تَنْظِيْمِيٌّ لَا حَرَجَ فِيْهِ   

Artinya: Bagaimana hukum peringatan hari ibu apakah termasuk bid’ah? Termasuk dari wujud nyata memuliakan seorang ibu adalah menggelar suatu peringatan untuknya dan bersikap baik padanya. Dalam syariat tidak ada larangan mengenai tindakan yang selaras dengan praktik tersebut yang dinilai oleh seorang anak sebagai bentuk kepatuhan dengan ibu mereka. Maka hal ini termasuk kegiatan yang tertata dan tidak terdapat dosa di dalamnya.” (Ali Jum’ah, Al-Bayan lima Yusghilul Adzhan, Juz I, Halaman 250).   

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI