Suara.com - Publik belakangan riuh soal rencana pemerintah terkait peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kenaikan PPN menuai banyak protes publik lantaran dianggap menyulitkan masyarakat menengah ke bawah.
Diketahui sebelumnya, pemerintah telah menetapkan rencana penerapan PPN yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Soal kenaikan PPN, Indonesia sendiri sempat bertahan lama di angka 10 persen. Setidaknya sejak 1950 sampai 2022, PPN masih terus berada di angka 10 persen.
Sementara itu pada April 2022 sampai Desember 2024, PPN naik menjadi 11 persen yang hanya bertahan 1 tahun 8 bulan. Kemudian di pemerintahan Presiden Prabowo yang belum ada 3 bulan, PPN naik menjadi 12 persen per Januari mendatang.
Baca Juga: Tak Hanya Netflix, Sabun Hingga Onderdil Motor Juga Kena Dampak Pajak 12 Persen
Salah satu alasan pemerintah menaikan PPN adalah untuk ketahanan pangan dan melancarkan program makan berizi gratis. Hal ini disampaikan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
Keputusan pemerintah untuk menaikan PPN kali ini cukup berbeda di mana presiden-presiden sebelumnya tetap bertahan pada PPN 10 Persen meski banyak kejadian tak biasa di tanah air.
"PPN 10 persen: 1950 - Maret 2022 (72 tahun). Tahun 1974 sampai 1983 malah ada banyak yang dikecualikan dari PPN 10%. PPN 11%: April 2022 - Desember 2024 (1 tahun 8 bulan) PPN 12%. Januari 2025 -," tulis peneliti Inha University, Andrianto Satriawan di akun X miliknya @andrisatriawan, Kamis (19/12/2024).
"Bayangkan selama 72 tahun kita survive dengan PPN 10%," imbuhnya.
Andrianto juga menjelaskan di masa PPN 10 persen, terjadi banyak peristiwa mulai dari G30S pada tahun 1965, dan pergantian Orde lama ke Orde Baru.
Baca Juga: Kenaikan PPN 12 Persen, Rafathar Ikut Terdampak?
Pada masa Orde Baru sendiri, PPN dibagi menjadi tiga golongan. Melansir dari akun PPAK, golongan pertama yaitu 0 persen bagi jenis barang yang dibebaskan dari PPn. Golongan kedua yaitu 5 persen bagi jenis barang berupa karton, kertas pembungkus, kertas tulis, kertas cetak, karbon dan lain-lain.
Sementara golongan ketiga yaitu 10 persen bagi jenis barang yang tidak termasuk dalam kategori pertama dan kedua. Kemudian pada tahun 1983 tarif PPN rata menjdi 10 persen sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1983.
Jumlah PPN 10 persen juga masih bertahan di masa krisis moneter 1998, hingga referendum Timor Leste.
Pemerintah kala itu juga masih bertahan di PPN 10 Persen meski ada kejadian Presiden RI Ke-4 Abdurrahaman Wahid alias Gus Dur yang dimakzulkan, pergantian rezim Megawati ke SBY, terjadinya gempa dan tsunami di Aceh 2004, hingga bencana gempa besar di Yogyakarta pada 2006.
PPN 10 persen kala itu bahkan masih bertahan meski tahun 2020 sampai 2021, Indonesia diserang pandemi Covid-19.
Hingga per 1 April tahun 2022, PPN berubah menjadi 11 Persen. Keputusan ini diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.