Suara.com - Berbagai keluhan masyarakat lokal Bali tentang harga tanah semakin menyeruak. Baru-baru ini, media sosial digemparkan dengan pengakuan beberapa warga lokal yang mengaku sudah bertahun-tahun menabung namun tak kunjung mempunyai rumah.
Terlebih lagi, banyak agen Warga Negara Asing (WNA) yang kerap menawarkan harga tanah dan bangunan di Bali dengan harga tinggi.
Hal ini membuat banyak warganet protes dengan para bule yang menjadi agen tersebut. Kisruh soal banyaknya WNA yang bermukim di Bali dan membuat harga tanah serta bangunan melonjak.
Polemik ini menjadi fakta miris bagi perkembangan sektor wisata maupun regulasi pembangunan properti seperti rumah, villa, bahkan tempat wisata yang ada di Bali.
Baca Juga: Warga Negara China Tewas Mendadak di Kamar Apartemen Mewah Menteng, Diduga Kena Covid-19
Lalu, apakah sebenarnya WNA bisa memiliki tanah di Indonesia? Bagaimana regulasi yang diberlakukan oleh pemerintah? Simak inilah selengkapnya.
Kepemilikan tanah di Indonesia bagi WNA
Pada dasarnya, kepemilikan tanah bagi para WNA di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA.
Menyandur dari situs resmi djkn.kemenkeu.go.id, ada beberapa pasal yang menguatkan bahwa WNA tidak boleh memiliki tanah di Indonesia sebagaimana dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yang berisi :
“Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.”
Baca Juga: Santai Hadiahkan Vila untuk Ulang Tahun Arsy, Seberapa Kaya Anang Hermansyah menurut Data LHKPN?
Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang memiliki kewarganegaraan asing dan secara langsung maupun tidak langsung mendapatkan hak milik dinyatakan batal dan kepemilikan tersebut jatuh terhadap negara serta resmi dikelola oleh negara.
Namun, para WNA bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) jika ingin bermukim di Indonesia sesuai dengan ketentuan dan HGU jika ingin membangun usaha di Indonesia. Penjelasan tentang HGU yang dikaitkan dengan maraknya WNA yang membangun bisnis di Indonesia sudah jelas diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yang berisi :
“Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.”
Adapun perbedaan dari HGB yang diberlakukan untuk WNA dengan WNI dengan menekankan bahwa HGB hanya bisa berlaku untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Dalam kata lain, setiap WNA yang ingin membangun usaha di Indonesia harus memastikan bahwa badan usaha yang dibangun sudah sesuai menurut hukum di Indonesia dan bertempat di Indonesia sesuai dengan UU yang berlaku.
Bagi para WNA yang hanya ingin bermukim di Indonesia tanpa membangun usaha, mereka berhak menggunakan hak mereka sebagai warga asing sesuai dengan Pasal 69 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 18/2021) yang berisi :
“Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian merupakan Orang Asing yang mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam kata lain, para WNA yang bermukim di Indonesia sudah harus memenuhi semua syarat untuk tinggal di Indonesia dan harus mengikuti perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Semua pasal ini pun sudah menjelaskan bahwa WNA tidak diperbolehkan memiliki atau mempunyai hak milik atas tanah dan bangunan di Indonesia, namun digantikan dengan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak guna usaha dengan catatan badan usaha yang dibangun sudah memenuhi syarat perundang-undangan di Indonesia.
Fenomena maraknya WNA yang membangun bisnis di Indonesia saat ini justru kerap melibatkan oknum WNI yang dibayar dan dicatut namanya dalam kepemilikan tanah dan bangunan tersebut demi keuntungan pribadi.
Hal ini juga dilakukan para oknum WNA demi menghindari pajak usaha dengan melibatkan oknum WNI yang bekerjasama demi keuntungan mereka.
Kontributor : Dea Nabila