Suara.com - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau Alfamart untuk menutup sekitar 400 gerai sepanjang tahun 2024. Namun, penutupan tersebut bukan berarti Alfamart bangkrut.
Direktur Corporate Affairs Alfamart, Solihin mengatakan, ada sejumlah alasan di balik penutupan besar-besaran gerai tersebut. Faktor utamanya karena keputusan pemilik tempat untuk tidak memperpanjang kontrak penyewaan gedung, hingga franchisee yang beralih ke bisnis lain.
“Biaya sewa yang terlalu tinggi menjadi salah satu alasan utama. Jika sewa gedung terlalu mahal tetapi penjualan di lokasi tersebut sepi, ya kami tutup saja,” kata Solihin, dikutip dari CNBC, Selasa (17/12/2024).
Solihin mengatakan, kenaikan biaya operasional seperti sewa dan utilitas menjadi beban berat bagi perusahaan.
“Kalau tidak memberikan untung, sebaiknya ditutup saja. Sewa naik, biaya naik, tapi penjualan tidak naik, itu rugi. Tapi kan kami tetap buka lagi di lokasi lain,” jelasnya.
Lantas, siapa pemilik Alfamart?
Djoko Susanto adalah sosok di balik suksesnya Alfamart dan Alfamidi. Dia melewati perjalanan panjang dan penuh liku hingga menjadikan kedua jaringan minimarket ini sebagai raksasa ritel di Indonesia.
Meski kini Alfamart harus menutup 400 gerai sepanjang 2024, warisan bisnis Djoko tetap menjadi inspirasi dalam dunia ritel tanah air.
Djoko memulai kariernya pada 1966 di sebuah perusahaan perakitan radio. Namun, pekerjaan tersebut tidak bertahan lama karena ia lebih memilih membantu bisnis kelontong milik ibunya, Toko Sumber Bahagia, di Petojo, Jakarta. Toko ini awalnya menjual berbagai kebutuhan rumah tangga seperti kacang tanah, minyak sayur, sabun mandi, dan rokok.
Berkat fokus menjual rokok secara grosir, toko tersebut berkembang pesat. Pada 1987, Djoko sudah memiliki 15 jaringan toko grosir dan menjadi distributor rokok Gudang Garam terbesar di Indonesia. Hal ini menarik perhatian Putera Sampoerna, petinggi PT HM Sampoerna.
Pertemuan dengan Putera Sampoerna pada 1986 menjadi titik balik dalam karier Djoko. Ia diangkat menjadi direktur penjualan PT Sampoerna dan turut memasarkan produk baru, Sampoerna A Mild, yang kemudian menjadi salah satu rokok terpopuler di Indonesia.
Dalam upaya mendukung distribusi, Djoko mendirikan PT Alfa Retailindo pada 1989 dengan mengubah gudang milik Sampoerna menjadi Toko Gudang Rabat.
Dengan modal Rp 2 miliar, Toko Gudang Rabat bertransformasi dari distributor rokok menjadi toko kelontong yang menjual berbagai macam kebutuhan. Pada 1990-an, Gudang Rabat berkembang pesat, memiliki 32 cabang, dan menjadi pesaing utama Indomaret.
Pada 1999, Gudang Rabat berubah nama menjadi Alfa Minimart dan membuka gerai pertamanya di Tangerang. Berkat respons positif dari masyarakat, Alfa Minimart terus berkembang hingga akhirnya menjadi Alfamart pada 2003.
Perubahan ini membawa Alfamart ke level yang lebih tinggi, dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai USD 108,29 juta saat go public pada 2000.
Selain Alfamart, Djoko juga mendirikan Alfamidi pada 28 Juni 2007. Meski berada dalam satu manajemen dengan Alfamart, Alfamidi memiliki ciri khas tersendiri, seperti ukuran toko yang lebih besar dan beragam produk yang lebih lengkap. Kedua jaringan minimarket ini terus berkembang hingga mencapai ribuan gerai di seluruh Indonesia.