Suara.com - Fenomena kecaman terhadap Gus Miftah atau Miftah Maulana yang sempat viral karena mengolok-olok seorang pedagang es di depan khalayak ramai kini juga disoroti oleh para ulama lainnya. Tak hanya menyoroti soal sosok Miftah, para ulama ini juga menyoroti sikap Miftah yang notabene dikenal sebagai pendakwah namun tak mencerminkan akhlak mulia.
Dalam sebuah sesi ceramahnya yang diunggah di kanal Youtube Al-Bahjah TV, ulama Buya Yahya pun menyoroti dan memberikan kritik keras terhadap tindakan mengolok-olok orang lain seperti yang dilakukan Miftah.
"Jangan dibiasakan merendahkan orang lain, guyonan-guyonan yang merendahkan itu tidak menunjukkan akhlaknya orang yang mulia," ucap Buya dalam video yang diunggah pada Minggu (08/12/2024) lalu.
Buya pun memberikan contoh seorang yang mulia seperti Nabi Muhammad SAW. pun tak pernah merendahkan orang lain. "Kita tidak boleh merendahkan orang lain, itu bukan caranya Nabi. Nabi tidak pernah merendahkan orang lain, padahal Nabi sangat tinggi pangkatnya, sangat mulia, manusia yang mulia," lanjut Buya.
Baca Juga: Beda Sepak Terjang Gus Miftah vs Mahfud MD bak Bumi Langit, Berani Ngeledek Cupu?
Buya pun menjelaskan bahwa derajat seseorang bisa saja berubah dan bahkan bisa lebih tinggi dibanding orang yang merendahkannya. Pernyataan menohok ini pun membuat banyak warganet membandingkan sosok Miftah dengan Buya Yahya. Tak sedikit dari mereka yang menyebut bahwa Miftah dan Buya Yahya beda kelas.
Miftah sebelumnya dikenal kerap melontarkan kata-kata yang merendahkan orang lain, sedangkan Buya sendiri mengamalkan dakwah yang damai. Perbedaan cukup menohok juga terlihat dari latar pendidikan mereka.
Lalu, seperti apa perbedaan latar pendidikan Miftah dan Buya Yahya? Simak inilah selengkapnya.
Pendidikan Miftah Maulana
Sosok Miftah Maulana sebagai pendakwah kini tercoreng lantaran sikapnya di berbagai sesi dakwahnya mulai terkuak. Baru-baru ini, Miftah viral lantaran mengolok seorang pedagang es teh dengan kalimat kasar saat mengisi ceramah di Magelang, Jawa Tengah.
Baca Juga: Gus Miftah Buka Suara Soal Pasang Tarif Ceramah Sampai Rp 7,5 Miliar
Miftah sendiri dikabarkan lahir dari keluarga kyai dan hidup di lingkup pesantren. Ia merupakan alumni dari MTs dan MAN di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Jayasakti, Lampung. Sejak kecil, Miftah kerap ikut keluarganya yang juga merupakan keluarga religius asal Yogyakarta.
Ia pun sempat melanjutkan pendidikan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1999. Namun, ia berhenti kuliah di tengah jalan karena memilih untuk aktif di kegiatan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Ia pun melanjutkan kegiatan dakwahnya hingga bertahun-tahun kemudian. Di tahun 2023, Miftah pun akhirnya menamatkan pendidikan sarjananya di program studi S1 Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang.
Pendidikan Buya Yahya
Pendidikan agama dari seorang Buya Yahya pun tak perlu diragukan. Pemilik gelar Prof. KH.Yahya Zainul Ma'arif, Lc., M.A., Ph.D. ini sejak kecil sudah dikenalkan dengan kehidupan menjadi seorang santri.
Saat masih duduk di bangku SD dan SMP di Blitar, Buya Yahya mulai mendalami agama Islam. Pasca lulus SMP, Buya pun melanjutkan pendidikan jenjang SMA-nya di Pondok Pesantren Darullughoh Wadda’wah di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Demi mendalami agama Islam dan segala fikihnya, Buya pun memilih untuk melanjutkan pendidikan tingginya di jenjang S1 dan S2 di Universitas Al-Ahgaf, Hadramaut, Yaman.
Selama berkuliah di Yaman, Buya juga belajar pendidikan non-formal lewat para ulama di Tarim dan Mukalla – Hadhramaut-Yaman.
Selepas menyelesaikan pendidikan S1 dan S2-nya, Buya pun memilih untuk kembali melanjutkan pendidikannya dengan mengambil program Ph.D atau gelar doktor di American University for Human Sciences California, Amerika Serikat. Disana, Buya belajar banyak tentang penyebaran agama Islam di benua lain.
Selain menjadi seorang ulama, beliau juga menjadi seorang akademisi sekaligus pengkaji ajaran-ajaran Islam. Ia juga menulis banyak buku tentang Islam. Kiprahnya di dunia dakwah membuatnya diamanahkan sebagai guru besar kehormatan bidang Hukum Islam di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah.
Kontributor : Dea Nabila