Suara.com - Nama Prabu Brawijaya mendadak menjadi perbincangan usai pendakwah Miftah Maulana menyebutnya sebagai ujung leluhur garis moyangnya. Padahal, tokoh ini belum terbukti secara historis sebagai raja terakhir Majapahit, melainkan hanya sebagai tokoh legenda yang tercantum dalam Babad dan Serat.
Awal mula perbincangan tentang Miftah Maulana mengaku sebagai keturunan Prabu Brawijaya terungkap ketika pendakwah itu membeberkan soal urutan nasabnya.
"Miftah Maulana Habiburrohman, punya bapak kiai ndeso namanya Muhammad Murod, punya bapak Muhammad Boniran, punya bapak kiai Muhammad Usman, punya bapak kiai Jalal Iman, punya bapak Kiai Karyonawi, punya ibu namanya Nyai Madarun, punya bapak kiai Yas, punya bapak namanya Muhammad Besari," kata Miftah Maulana dalam sebuah pengajian.
Tak cukup di situ, Miftah Maulana juga mengurutkan nasab Muhamad Besari yang disebut-sebut merupakan keturunan Prabu Brawijaya dan Raden Patah.
Baca Juga: Clara Shinta Diancam Usai Dituding Jadi Penyebar Video Gus Miftah: Akan Kami Serang...
"Coba anda lihat Muhammad Besari itu siapa. Muhammad Besari punya bapak namanya Anom Besari makamnya di Caruban. Anom Besari punya bapak namanya Abdullah Mursad makamnya di Kediri, Abdullah Mursad punya bapak namanya Raden Demang, punya bapak namanya Pangeran Demang, punya bapak namanya Panembahan Wirasmoro, punya bapak namanya Susuhonan Pahworo, punya bapak namanya Sultan Trenggono, punya bapak Raden Patah, punya bapak Prabu Brawijaya," tutur dia.
Namun, klaim keturunan dari Prabu Brawijaya ini menuai keraguan. Pasalnya, arkeolog BRIN dan Universitas Gadjah Mada, Harry Sofian, menyebut bahwa keberadaan sosok Prabu Brawijaya sendiri belum bisa dilegitimasi kebenarannya.
Harry Sofian menyebut bahwa nama Brawijaya hanya ada di Babad Tanah Jawa, sebuah sumber sastra sejarah, bukan catatan sejarah.
"Hanya muncul di Babad dan legenda," kata Harry Sofian saat dihubungi Suara.com, Kamis (11/12/2024).
Ia menegaskan agar masyarakat bisa membedakan cara menelaah sumber-sumber tersebut.
"Yang celaka adalah menempatkan karya sastra sebagai karya sejarah, seperti menempatkan Roman Sejarah karya Pramoedya sebagai bagian peristiwa sejarah, padahal itu roman" ujar dia.
Keberadaan Prabu Brawijaya Cuma Fiksi?
Keberadaan Prabu Brawijaya sebagai legenda, bukan tokoh faktual, dijelaskan dalam Jurnal Humaniora berjudul "Pandangan Masyarakat Gunung Kidul Terhadap Pelarian Majapahit Sebagai Leluhurnya (Kajian Atas Data Arkeologi dan Antropologi)" yang ditulis oleh Andi Putranto.
Dalam jurnal ini disebutkan bahwa peninggalan masyarakat Gunung Kidul mempercayai wilayah itu adalah tempat pelarian Brawijaya ketika masa keruntuhan Majapahit oleh kerajaan Islam. Majapahit sendiri merupakan kerajaan Hindu.
Masyarakat percaya bahwa tokoh yang melarikan diri ke Gunung Kidul adalah Brawijaya yang disebut-sebut sebagai raja terakhir Majapahit. Di wilayah ini pula Brawijaya dipercaya melakukan pati obong yang menjadi cikal bakal keahlian pande besi. Keahlian ini lalu menyebar di masyarakat Desa Gading, Kecamatan Playen.
Kendati begitu, bukti-bukti secara arkeologis terkait tokoh-tokoh Majapahit di wilayah tersebut tidak pernah ditemukan. Cerita tentang pelarian tokoh-tokoh Majapahit di Gunung Kidul pun hanya berkembang dari mulut ke mulut. Kisah ini pun berujung sebagai folklor alias cerita rakyat.
Selain itu, nama Prabu Brawijaya sejatinya tak pernah ada dalam prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Raja terakhir Majapahit adalah
Girindrawarddhana yang berkuasa pada 1474–1519 M.
Jika Prabu Brawijaya sendiri belum tentu benar keberadaannya, lantas kenapa bisa muncul namanya?
Ternyata, kemunculan nama Brawijaya ini berasal dari Babad, spesifik lagi: Babad Tanah Jawi. Andi Putranto menyebut, Babad memang kerap menjadi referensi. Namun, harus diakui bahwa Babad banyak mengandung unsur mitologi, sehingga jika dijadikan sumber sejarah kurang dapat diterima.
Dalam Babad Tanah Jawi, Prabu Brawijaya dikisahkan menjadi sakasi keruntuhan Majapahit ketika diserang pasukan Demak yang dipimpin putranya, Raden Patah.
Pengisahan Prabu Brawijaya yang memiliki putra bernama Raden Patah juga disebutkan dalam Serat Carita Purwaka Caruban Nagari.
Selain di Babad Tanah Jawi, Brawijaya juga muncul di Serat Kanda. Dalam cerita ini, Brawijaya dan keluarganya mengungsi ke Sengguruh, kemudian ke Bali, dan tetap menolak Islam ketika pasukan Demak menyerang.
Lain halnya di Serat Darmogandul. Di karya sastra ini, Brawijaya diceritakan mengungsi bersama pengikutnya kemudian ditemukan oleh Sunan Kalijaga di Blambangan. Brawijaya kemudian menjadi mualaf di sana.
Nama Brawijaya juga muncul di Serat Centini Jilid III. Ceritanya, Kerajaan Majapahit berada di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V. Selain Brawijaya, dalam Serat Centini juga menyebutkan nama-nama yang menjadi keturunannya seperti Bathara Katong yang merupakan julukan Jaka Pitutur alias Raden Arakkali yang menjabat Adipati Ponorogo. Selain itu, terdapat nama Browidjojo alias Bondansurati yang diceritakan melakukan pati obong di sebuah hutan di wilayah Gunung Kidul.
Jejak sastra sejarah dan temuan arkeologis ini menunjukkan bahwa Prabu Brawijaya lebih tepat dipandang sebagai tokoh legenda daripada Raja Majapahit yang nyata secara historis.
Lantas, sumber sejarah mana yang Miftah Maulana baca sampai bisa merunutkan nasabnya hingga ke Prabu Brawijaya?