Suara.com - Sosok Noe Letto alias anak Cak Nun turut menjadi sorotan usai diduga sindir Miftah Maulana. Dalam acara Harlah ke-62 PAI UIN Saizu di Purwokerto pada Jumat (6/12), vokalis band Letto itu mengaku pernah menyaksikan perilaku serupa yang dilakukan Miftah.
“Ketika SMA, saya ingat ada penjual bakso lewat, (ada orang tanya), ‘pak baksonya masih ada?’. (tukang bakso bilang) ‘masih’. (orang tadi balas) ‘ya dijual a*u’. Wallahi, ceritanya seperti itu," ujar Noe.
Akan tetapi, Noe Letto lantas menjelaskan bahwa penjual bakso itu ternyata teman dekat si pemanggil. Ia juga menyampaikan bahwa guyonan sensitif seperti itu cukup umum pada orang yang dekat, tetapi tidak sopan jika dilakukan pada orang tak dikenal.
“Itu standar guyonan anak-anak Jogja, memang. Tapi pada yang dikenal, ada tingkat kedekatan tertentu kan untuk bisa melakukan sesuatu,” paparnya.
Anak pertama Cak Nun itu pun menyebut bahwa apa yang dilakukan Miftah Maulana memang tak bisa dibenarkan. Pasalnya, ia tak punya kedekatan, bahkan tak kenal dengan penjual es tersebut.
“Gak kenal tiba-tiba kok gitu? Ada hal-hal yang gak perlu kita bahasa karena sudah kerasa, pasti gak enak itu,” pungkasnya.
Profil Noe Letto
Lahir di Yogyakarta, 44 tahun silam, Noe Letto memiliki nama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh. Ayah Noe adalah seorang budayawan sekaligus tokoh muslim ternama, yaitu Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, sementara ibunya adalah Neneng Suryaningsih.
Noe sempat menghabiskan masa sekolahnya di lampung sampai SMP. Setelah itu, ia pergi ke Jogja untuk bersekolah di SMU 7 dan melanjutkan kuliah di Universitas Alberta, Kanada.
Baca Juga: Doa Terjawab, Reaksi Sesama Ustaz yang Fisiknya Dihina Gus Miftah
Usai meraih dua gelar sekaligus di Kanada, Noe memilih kembali ke Indonesia dan berkarir di dunia musik. Setelah bermain musik di Studio Kiai Kanjeng milik Novi Budianto, Noe mendirikan band bernama Letto di tahun 2004.
Di samping karir bermusiknya, perjalanan spiritual Noe Letto pun ramai disoroti. Meski dibesarkan di keluarga muslim, Noe ternyata pernah menjadi atheis dan tidak percaya Tuhan selama masa mudanya.
Hatinya dimantapkan kembali untuk memeluk Islam ketika bertemu seorang Syekh di Kanada. Dari situlah ia akhirnya percaya pada Allah, bahkan meneruskan perjalanan ayahnya sebagai pendakwah.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri