Berkaca dari Kasus Miftah Maulana, Siapa Saja yang Layak Dipanggil 'Gus'?

Jum'at, 06 Desember 2024 | 15:03 WIB
Berkaca dari Kasus Miftah Maulana, Siapa Saja yang Layak Dipanggil 'Gus'?
Gus Miftah (instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah viral karena mengolok-olok penjual es keliling, Miftah Maulana Habiburrahman Gus Miftah langsung dikritik oleh publik, termasuk beberapa tokoh agama di Indonesia. Terbaru, ia telah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Utusan Khusus Presiden pada Jumat (6/12/2024).

Lebih dari itu, gelar ‘Gus’ yang dipakainya juga menjadi sorotan. Bahkan, muncul informasi di media sosial jika Miftah bukanlah Gus, sehingga ada seruan untuk tidak memanggilnya dengan gelar Gus lagi.

"Miftah asli namanya Ta'im, bukan Gus, ayahnya orang Lampung kerja serabutan. Ta'im dulu marbot di Masjid Mergangsan Jogja saat kuliah dan nggak lulus. Dulu nggak ada perempuan mau. Pernah ikut partai gagal. Baru sukses setelah dibantu Amien Rais, lalu berubah jadi Gus Miftah supaya terkenal," tulis warganet di media sosial X.

Dari cuitan tersebut, warganet dibuat penasaran terkait gelar Gus yang digunakan oleh para pendakwah. Sebetulnya, siapa saja yang layak dipanggil Gus?

Baca Juga: Profil Anwar Ibrahim: PM Malaysia yang Ikut Sindir Menohok Gus Miftah

Mengutip dari laman NU Online, gelar Gus sebetulnya adalah sebutan untuk anak kyai, sehingga jika ada orang yang bukan keturunan kyai mengaku Gus, maka gelar itu palsu.

“Definsi 'Gus' itu simpel. 'Gus' adalah sebutan untuk putra seorang kiai. Sebutan 'Gus' untuk seseorang yang bukan putra kiai adalah Gus jadi jadian, Gus naturalisasi, baik ciptaan media maupun panggilan seenaknya dari para pengikut atau pengagumnya,” jelas Pengasuh Pesantren Asrama Queen Darul Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang HM Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans, dikutip dari NU Online pada Jumat (6/12/2024).

Dilanjutkan, bahwasanya siapa saja yang menyandang gelar Gus tidak harus pandai ilmu agamanya karena itu panggilan untuk keturunan kyai. Oleh sebab itu, amat disayangkan jika ada oknum yang mengkapitalisasi gelar ‘Gus’ untuk kepentingannya sendiri, misal untuk meraih simpati dari masyarakat.

“Saat ini, siapa saja bisa mengaku 'Gus' untuk mendapatkan privilege yang bisa dikapitalisasi,” terang Gus Hans.

Menurut pengamatannya, saat ini banyak yang mengaku-ngaku Gus untuk meraih keuntungan pribadi, khususnya bagi pengobatan alternatif. Sebab, umumnya masyarakat cenderung lebih yakin jika figur pengobatan alternatif berlabel Gus karena dianggap memiliki barokah dan cenderung doanya lebih mudah diijabah.

Baca Juga: Mundur dari Utusan Khusus Presiden, Gus Miftah Sebut Belum Terima Gaji-Fasilitas Negara

“Bisnis permainan kepercayaan ini memang lebih menggiurkan karena tidak perlu ada alokasi anggaran uji kompetensi, uji klinis, dan penelitian. Penentuan tarifnya pun tidak ada HET (harga eceran tertinggi) layaknya obat pabrikan,” imbuhnya.

Tak hanya itu, gelar Gus dadakan juga kerap muncul ketika musim kampanye dengan tujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa calon pemimpinnya merupakan sosok religius. Sehingga, diimbau kepada masyarakat agar tidak terkecoh dengan gelar Gus yang digunakan oleh seseorang.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI