Suara.com - Hasil quick count sementara Pilkada Jakarta telah diketahui. Di mana pasangan Pramono-Rano (Pramono Anung dan Rano Karno) mampu menumbangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono.
Melihat hasil penghitungan suara cepat tidak sesuai dengan yang diharapkan, tim pemenangan Ridwan Kamil-Suswono lantas membuat sayembara. Sayembara tersebut dibuat lantaran adanya dugaan kecurangan di Pilkada Jakarta.
Tim pemenangan Ridwan Kamil –Suswono memberikan sayembara Rp10 juta bagi siapa saja yang menemukan aksi curang tersebut.
"Kami telah mengumumkan memberikan sayembara Rp 10 juta bagi siapa saja yang menemukan adanya kecurangan, money politic, maupun penyebaran sembako di masa tenang atau menjelang pencoblosan ataupun sebelum pencoblosan," kata Tim penemangan Ridwan Kamil-Suswono, Riza Patria.
Baca Juga: Warganet Ikut Sayembara Kecurangan Pilgub Jakarta, Ramai Unggah Bukti Sembako Ridwan Kamil
Riza juga meminta kepada masyarakat untuk mengabadikan kecurangan yang dilakukan, seperti saat pembagian sembako yang dilakukan oleh kubu Pramono-Rano.
Berkaca dari aksi tim pemenangan Ridwan Kamil-Suswono tersebut, kira-kira bagaimana hukum mengadakan sayembara menurut Islam?
Hukum Mengadakan Sayembara menurut Islam
Melansir dari muslim.or.id, sayembara dalam Islam disebut sebagai akad ju’alah yang memiliki arti sebagai upah yang diberikan kepada seseorang atas sebuah pekerjaan yang telah diselesaikan.
Menurut Ulama maliki, Syafi’i dan Hambali, sayembara atau akad ju’alah diperbolehkan sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf ayat 72:
"Mereka menjawab, 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu'."
Kendati demikian, ada pula ulama yang melarang melakukan akad ju’alah alias sayembara karena dianggap mengandung unsur tipuan. Ulama tersebut ialah Imam Hanafi.
Sayembara dianggap memiliki unsur tipuan dikarenakan pada saat dilihat dari segi waktu dan jenis pekerjaan yang tidak pasti bisa diselesaikan atau masih bersifat gharar.
Syarat Sah Akad Ju’lah atau Sayembara
Sayembara sendiri harus memiliki beberapa syarat agar sah dilakukan, diantaranya:
- Pertama: orang yang mengadakan sayembara hendaknya orang yang masuk dalam kategori layak bertransaksi, diantaranya baligh, merdeka, berakal, dan pandai atau bijak. Oleh sebab itu, sayembara tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang gila, budak, dan orang yang tidak pandai.
- Kedua: diseleggarakan pada hal-hal yang bersifat mubah, dan bukan yang haram. Sebagai contoh, seseroang mengadakan sayembara untuk mendapatkan minuman keras, maka itu tidak sah dilakukan.
- Ketiga: pekerjaan yang akan disayembarakan merupakan pekerjaan yang dapat menghasilkan upah, misalnya pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau pikiran.
- Keempat: upah atau ganjaran yang diberikan harus jelas, bukan bersifat samar-samar. Jika upah masih belum jelas, maka sayembara tidak sah dilakukan.
Jadi, begitulah pandangan Islam mengenai sayembara. Semoga bermanfaat!
Kontributor : Damayanti Kahyangan