Suara.com - Aksi Raffi Ahmad terkait dukungan kepada paslon Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024-2029 masih menjadi buah bibir warganet di media sosial.
Pasalnya, status Raffi Ahmad saat ini bukanlah orang biasa lagi, melainkan Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni.
Artinya, Raffi Ahmad merupakan seorang pejabat negara sehingga sebagai tindak-tanduknya harus mematuhi aturan dan etika politik. Sehingga, bentuk dukungan secara langsung ke pasangan calon tertentu dianggap tidak etis dan menimbulkan kritik dari berbagai pihak.
Sebelumnya, Raffi mengunggah postingan berisi surat yang berisi arahan untuk mendukung pasangan Ridwan Kamil dan Suswon di Pilkada DKI Jakarta. Setelah viral dan menuai kecaman dari berbagai pihak, unggahan tersebut langsung lenyap dari akun Instagram pribadinya.
Baca Juga: Dekat dengan Presiden, Raffi Ahmad Dititipi Pesan Ibu-Ibu Usai Datang ke TPS Naik Vespa
Lantas, apakah pejabat negara boleh ikut kampanye?
Sebelum menjawab, alangkah baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu siapa yang dimaksud dengan pejabat negara. Jadi menurut Pasal 58 UU ASN, yang dimaksud sebagai pejabat negara adalah:
- Presiden dan wakil presiden;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota MPR;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota DPR;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota DPD;
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah agung serta semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
- Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
- Menteri dan pejabat setingkat menteri;
- Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;
- Gubernur dan wakil gubernur;
- Bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota; dan
- Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
Sehingga, siapa pun yang mendapat mandat untuk salah satu di atas, ia sudah tercatat sebagai pejabat negara.
Kemudian, mengenai aturan apakah pejabat negara boleh kampanye atau tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun yang tidak boleh ikut kampanye ataupun menjadi pelaksana serta tim kampanye, antara lain:
Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
- Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
- Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
- Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
- Aparatur sipil negara;
- Anggota TNI dan Polri;
- Kepala desa;
- Perangkat desa;
- Anggota badan permusyawaratan desa; dan
- Warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
Adapun jika pejabat ingin melakukan kampanye, maka hendaknya melakukan cuti terlebih dahulu yang paling lambat 12 hari sebelum pelaksanaan kampanye.
Kontributor : Damayanti Kahyangan