Ayus dan Nissa Sabyan yang dikonfirmasi telah menikah pada Juli lalu menuai perhatian publik. Tak hanya waktu pernikahan, mahar berupa cincin emas seberat 3 gram dan uang tunai sejumlah Rp200 ribu yang diberikan Ayus kepada Nissa pun jadi perbincangan. Lantas bagaimana aturan mahar menurut Islam, benarkah lebih murah lebih baik?
Suara.com - Kabar pernikahan Ayus dan Nissa sendiri diungkapkan oleh Kepala KUA Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Ahmad Sumroni. Dijelaskan pernikahan keduanya digelar di rumah Nissa di kawasan Jatiwaringin, Pondok Gede Bekasi, pada Kamis, 4 Juli 2024 malam.
Dalam kesempatan yang sama, Ahmad pun sedikit menggambarkan bentuk mahar yang diberikan oleh Ayus kepada istrinya. Menurut Ahmad, uang yang diberikan sebagai mahar itu tidak dihias dan cincin emas ada kotaknya. Lebih lanjut, ia juga mengatakan ada dua saksi yang menyaksikan pernikahan antara Ayus dan Nissa. Ayus pun mengucap akad dengan lancar.
Mengenal Mahar
Baca Juga: Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
Mahar adalah salah satu hal penting yang harus ada dalam akad nikah. Mahar juga disebut sebagai shadaq atau dalam bahasa Indonesia artinya maskawin. Agar lebih memahami pengertian mahar, mari simak pemaparan dalam Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, halalaman 75:
الصداق هو المال الذي وجب على الزوج دفعه لزوجته بسبب عقد النكاح.
Artinya: “Maskawin ialah harta yang wajib diserahkan oleh suami kepada istri dengan sebab akad nikah.”
Hukum mahar dalam sebuah pernikahan adalah wajib, hal ini sebagaimana keterangan lanjutan pada kitab al-Fiqh al-Manjhaji:
الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم.
Artinya: “Maskawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan maskawin tetap wajib”.
Kemudian, dalil pensyariatan mahar, bisa diperjelas dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”
Adapun tujuan utama dari kewajiban pemberian mahar yakni untuk menunjukkan kesungguhan (shidq) niat dari mempelai pria untuk menikahi seorang wanita sehingga bisa menempatkannya pada derajat yang mulia. Dengan kewajiban mahar, menunjukkan bahwa Islam menempatkan wanita sebagai makhluk yang patut dihargai dan punya hak untuk memiliki harta.
Mahar Menurut Islam, Benarkah Lebih Murah Lebih Baik?
Selanjutnya, bagaimanakah mahar menurit Islam, benarkah lebih murah lebih baik? Untuk mengetahuinya, kita bisa temukan jawabannya dalam Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib (Surabaya: Kharisma, 2000), hal. 234:
[ويستحب تسمية المهر في] عقد [النكاح] … [فإن لم يُسَمَّ] في عقد النكاح مهرٌ [صح العقد]
Artinya: “Disunahkan menyebutkan mahar dalam akad nikah… meskipun jika tidak disebutkan dalam akad, nikah tetap sah.”
Kemudian dijelaskan pula dalam kitab Fathul Qarib bahwa tidak ada nilai minimal maupun maksimal untuk mahar. Adapun ketentuan utama mahar yakni segala sesuatu yang sah dijadikan sebagai alat tukar, bisa berupa barang atau jasa, yang penting sah dijadikan maskawin.
Akan tetapi, mahar disunahkan untuk tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Diketahui, satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Dengan begitu, dapat kita pahami bahwa tidak ada ketentuan khusus untuk minimum nilai mahar.
Bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW juga pernah menyatakan bahwa sebentuk cincin yang terbuat dari besi pun bisa dijadikan sebagai mahar. Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga menyinggung bahwa sebaik-baik perempuan yakni yang paling murah maharnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahar bukan menjadi tujuan utama dari sebuah pernikahan, sehingga standarisasi nominalnya bisa disesuaikan dengan kondisi calon pengantin.
Sekian uraian terkait mahar menurut Islam. Semoga bisa menjadi pemahaman kita semua.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari