Suara.com - Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil, sempat mengutarakan pidato kontroversial kala ia menyinggung soal janda miskin di Jakarta.
Adapun dalam pada acara di Jakarta Timur, Sabtu (16/11/2024) lalu, Ridwan Kamil berjanji akan menyantuni para janda miskin bersama rekan-rekan politiknya.
Kala itu, Kang Emil memperkenalkan beberapa rekan politiknya seperti Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman dan Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Ali Lubis.
Kang Emil juga menyampaikan bahwa beberapa rekannya tersebut akan menyantuni para janda.
Baca Juga: Imbas Ucapan Seksis Soal Janda, Rocky Gerung Sarankan Golkar Tarik Dukungan untuk RK-Suswono
"Nanti janda-janda akan disantuni oleh Pak Habiburokhman, akan diurus lahir-batin oleh bang Ali Lubis. Akan diberi sembako oleh bang Adnan. Dan kalau cocok akan dinikahi oleh bang Ryan," ujar Ridwan Kamil, dikutip Jumat (22/11/2024).
Pidato Kang Emil kini menuai kecaman lantaran memuat unsur seksisme. Sekilas, suami Atalia Praratya tersebut memang punya niat baik menjalankan ajaran agamanya untuk menyantuni para janda.
Kendati demikian, penyampaian pidato Kang Emil dinilai merendahkan dan menganggap janda sebagai objek, sebagaimana bunyi kecaman berbagai pihak. Lantas, bagaimana pandangan Islam soal janda?
Islam Memuliakan para Janda
Beberapa literatur syariat Islam mendefinisikan janda sebagai perempuan yang sudah tidak memiliki seorang suami karena cerai atau sang suami telah meninggal dunia.
Baca Juga: Kini Diduga Hina Janda, Ridwan Kamil Pernah Blunder Soal Kodrat Istri: Jika Saya Menuntut...
Berkaca dari definisi tersebut, ajaran syariat Islam justru berusaha untuk memuliakan para janda dan memberi penghormatan tersendiri.
Upaya memuliakan para janda tertuang dalam Al-Qur'an pada Surat An-Nisa ayat 12. Ayat suci tersebut memerintahkan agar para janda diberikan haknya berupa harta warisan peninggalan sang suami.
Seorang janda berhak mendapatkan harta warisan usai suami meninggal dunia guna menghidupi dirinya dan anak-anaknya jika sudah dikaruniai buah hati.
Selanjutnya, syariat Islam juga memperbolehkan seorang janda untuk menikah. Namun sebelum melangsungkan pernikahan, seorang janda harus menempuh masa iddah sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Baqarah ayat 234.
Masa iddah tak lain adalah masa untuk memastikan apakah seorang janda sedang mengalami kehamilan atau tidak. Masa iddah berdurasi empat bulan sepuluh hari. Selain itu, masa iddah juga diperuntukkan sebagai masa berduka seorang janda usai ditinggal sang suami.
Lalu bagi janda yang ditinggal cerai oleh suaminya, sang suami punya kewajiban untuk menafkahi anak dan istrinya itu seperti saat masih menikah. Aturan tersebut tertuang dalam HR. Muslim no. 996.
Islam juga memberikan keutamaan bagi para laki-laki yang berniat menikahi seorang janda terutama yang sudah memilik anak, sebagaimana HR. Bukhari no. 5304.
Kontributor : Armand Ilham