Suara.com - Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai alias PPN 12 persen membuka diskusi yang lebih panjang. Publik kini mulai berdebat terkait apakah Indonesia cocok untuk menerapkan metode perpajakan seperti negara-negara di Eropa Timur yang dikenal dengan nordic tax atau pajak Nordik.
Segelintir pihak mengemukakan pendapat mereka di media sosial terkait bahwa kenaikan PPN adalah ide yang tepat lantaran diterapkan oleh negara-negara Nordik.
"Kupikir rasa jika ingin memiliki negara kesejahteraan ala Nordik, tidak ada jalan lain selain mendanainya melalui PPN. Inilah sebabnya mengapa negara-negara Eropa memiliki tarif PPN yang sangat tinggi (>12 persen)," ketik seorang peneliti bidang ekonomi dalam cuitannya di X.
Namun, tak sedikit pihak yang turut mengecam ide menerapkan pajak gaya Nordik. Alasannya, beberapa daerah di Indonesia punya upah minimum regional yang sangat rendah sehingga pajak Nordik mustahil untuk diterapkan.
Baca Juga: Gibran Bagikan Video Timnas dengan Kucing Joget, Netizen: Kirain Akun Meme
"Nordak Nordik Nordak Nordik UMR Jawa Tengah masih Rp2.036.947 kok pajak Nordak Nordik," ketik pengguna X lainnya yang mengkritik penerapan pajak Nordik di Indonesia.
Lantas, apa itu pajak Nordik yang jadi berdebatan panas?
Pajak Nordik: Sering disinggung Sri Mulyani
Pajak Nordik ternyata kerap menjadi pembahasan yang digaungkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Sang Menkeu mengamati bahwa negara-negara Nordik bisa melaksanakan pembangunan secara pesat lantaran menerapkan pajak yang tinggi.
Baca Juga: Kronologi Sipir Dimutasi Usai Diduga Viralkan Napi yang Pesta Sabu
Adapun negara Nordik mencakup berbagai negara di Eropa Utara seperti Denmark, Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Islandia.
Pemerintah di negara-negara tersebut memberlakukan kebijakan pajak yang jauh lebih tinggi ketimbang Indonesia.
Sri Mulyani sontak menilai bahwa dengan adanya pajak yang tinggi tersebut, negara-negara Nordik bisa menyediakan fasilitas yang lebih memadai seperti pendidikan gratis.
Ia mengamati bahwa para orang tua membayar pajak yang diambil dari sebagian besar penghasilan mereka dan dialokasikan untuk membiayai kuliah anak secara gratis.
"Emang anak itu enggak bayar (kuliah), yang bayar itu orang tuanya, tax (pajak)-nya bisa 65-70 persen dari income mereka," papar Sri Mulyani dalam pernyataan resminya, dikutip Rabu (20/11/2024).
Sang Menkeu berbicara dari pengalaman kala dirinya bertemu dengan seorang warga negara Finlandia yang membayar pajak penghasilan senilai 70 persen dari gaji keseluruhannya.
Sebagai gambaran, teman Sri Mulyani tersebut hanya menerima USD 30 ribu dari gaji keseluruhannya yang totalnya adalah USD 100 ribu.
Selain Finlandia, negara Nordik lainnya seperti Denmark punya kebijakan serupa. Denmark mematok nilai pajak penghasilan hingga 55,9 persen dari keseluruhan gaji.
Kontributor : Armand Ilham