Mengenal Piramida Budaya Perkosaan, Dari Lelucon Bisa Berujung Pelecehan

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 14 November 2024 | 19:03 WIB
Mengenal Piramida Budaya Perkosaan, Dari Lelucon Bisa Berujung Pelecehan
Ilustrasi perkosaan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tanpa disadari, terkadang candaan yang dilontarkan sehari-hari bisa menjurus pada hal-hal negatif dan menyakiti perasaan orang lain bahkan berujung perkosaan. Apalagi dengan semakin mudahnya orang-orang mengakses berbagai media sosial, candaan atau jokes pun makin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.

Tujuan utama jokes adalah untuk menghibur. Namun sayangnya tidak sedikit jokes yang kita lemparkan atau dilontarkan oleh orang lain malah tidak tepat sasaran. Konteks jokes atau candaan juga sering menyerempet pada hal-hal yang tidak seharusnya dijadikan bahan candaan, salah satunya rape jokes.

Rape jokes atau candaan seksis ini termasuk salah satu pelecehan seksual. Hal ini tercantum dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat 2 Poin (a) dengan bunyi sebagai berikut:

‘Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban’.

Baca Juga: PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 Izinkan Korban Perkosaan Lakukan Aborsi, Berikut Syaratnya

Serta poin (c) yang berbunyi:

‘Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban’.

Rape jokes atau candaan seksis ini merupakan jenis lelucon yang merujuk pada pemerkosaan atau kekerasan seksual yang disampaikan dengan cara humoris, namun sebenarnya hal ini justru menormalisasi segala jenis pelecehan.

Terdapat sebuah piramida yang disebut piramida rape culture berdasarkan 11th Principle Consent. Rape jokes termasuk ke dalam rape culture tingkat terbawah, sehingga hal ini kerap dinormalisasi pada lingkungan masyarakat.

Berikut adalah Piramida Budaya Perkosaan atau Rape Culture Pyramid yang harus kita ketahui bersama.

Baca Juga: Polisi Tangkap 3 Remaja di Lombok Tengah Kasus Pencabulan Dua Bocah 14 Tahun

1. Pewajaran (Normalization)

Tingkatan dasar dalam piramida ini adalah normalisasi atau pewajaran. Kekerasan seksual pada tingkat ini dianggap sebagai hal normal bahkan sepele oleh masyarakat. Karenanya, hal ini menjadi bentuk kekerasan seksual yang paling mendasar dan sering dilakukan tanpa disadari.

2. Pelecehan (Degradation)

Pada tingkatan kedua ada pelecehan. Tindakan merendahkan dan pelecehan ini juga sering terjadi. Beberapa bentuk pelecehan yang termasuk dalam tingkat ini antara lain mengirimkan foto alat kelamin, menguntit, cat calling, hingga menyebarkan video porno tanpa persetujuan.

3. Perampasan Otoritas Tubuh (Removal of Autonomy)

Bentuk kekerasan seksual pada tingkat ketiga adalah perampasan otoritas tubuh, yakni ketika seseorang merampas hak kontrol atas tubuh individu lain. Contoh kasus pada tingkat ini yaitu memberikan obat-obat tertentu untuk membuat orang lain mabuk sebelum melakukan seks, melepas kondom diam-diam tanpa persetujuan pasangan, hingga memaksa orang melakukan hubungan seks di bawah ancaman.

4. Kekerasan Gamblang (Explicit Violence)

Kategori puncak dari kejahatan seksual berdasarkan piramida ini adalah kekerasan eksplisit atau gamblang. Jenis kekerasan ini sudah termasuk ke dalam tindakan kriminal, termasuk di antaranya penganiyaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan sebelum atau setelah pemerkosaan.

Itulah empat kategori berdasarkan piramida rape culture yang perlu kita pahami.

Kontributor : Rizky Melinda

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI