Kabar terbaru menyatakan bahwa Kaesang Pangarep yang menggunakan jet pribadi dan menghebohkan publik beberapa waktu lalu bukan termasuk gratifikasi. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Tim Direktorat Gratifikasi KPK.
"Laporan tersebut nota dinasnya dari Deputi Pencegahan dalam hal ini menyampaikan bahwa laporan tersebut tidak dapat diputuskan apakah gratifikasi atau tidak," ujar Wakil Ketua KPK yakni Nurul Ghufron di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (01/11/2024).
Sebenarnya apa sih gratifikasi itu?
Hakikat gratifikasi adalah segala hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan berlawan dengan tugas dan kewajiban. Gratifikasi ini bisa diberikan secara langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga: Tetapkan Private Jet Kaesang Bukan Gratifikasi, Segini Harta Kekayaan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Gratifikasi tidak langsung biasanya diterima oleh anggota keluarga dari pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut, baik disengaja atau tidak disengaja. Ada juga jenis gratifikasi yang diterima tanpa kehendak dari pegawai negeri atau penyelenggara negara itu sendiri, seperti cerita R. Soeprapto dan Hoegeng berikut ini.
Kisah R. Soeprapto
Mantan Jaksa Agung ini pernah ditawari hadiah langsung oleh seseorang di kantornya tetapi langsung ditolaknya. Meski demikian, orang tersebut tetap ngotot dan mendatangi kediaman Soeprapto dan bertemu dengan anak Soeprapto.
Anak Soeprapto itu pun diberi dua gelang emas. Mengetahui hal ini, Soeprapto pun marah dan meminta anaknya untuk mengembalikan gelang emas tersebut.
Kisah Hoegeng
Baca Juga: Heboh! Tom Lembong Tersangka Korupsi Impor Gula, Publik Tuntut Usut Kasus Bobby & Kaesang
Kisah tentang seorang pejabat negara yang jujur tidak hanya ada di buku dongeng. Ia adalah sosok Hoegeng Iman Santoso, seorang mantan kapolri yang dikenal jujur dan sederhana. Ketika menjabat sebagai pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Hoegeng secara tegas menolak segala jenis gratifikasi.
Ada sebuah kisah ketika Hoegeng baru saja diangkat menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminal Kepolisian Sumatera Utara di tahun 1956. Pengangkatan ini merupakan amanah dari kolega ayah Hoegeng sendiri yang bernama Agung Soeprapto.
Kabar kepindahan Hoegeng ini terendus oleh cukong-cukong Medan. Seorang cukong yang mengaku 'ketua panitia selamat datang' menyambur Hoegeng setibanya di Pelabuhan Belawan. Ia mengatakan segala kebutuhan Hoegeng telah disiapkan.
Kebutuhan yang dimaksud adalah satu unit mobil dan sebuah rumah. Hoegeng dengan tegas menolak semua hal itu dan meminta sang cukong untuk menyimpannya.
Setelah menginap selama 2 bulan di Hotel De Boer, Hoegeng pergi ke rumah dinas yang terletsk di Jalan Abdul Rivai Nomor 26. Setibanya di sana, ia mendapati beberapa barang mewah seperti piano, lemari, meja dan kursi tamu, radio, kulkas, serta dipan jati.
Menurut penuturan Aditya Sutanto, anak dari Hoegeng, barang-barang tersebut merupakan pemberian cukong yang menyambutnya dulu di Pelabuhan Belawan.
Hal ini tentu membuat Hoegeng murka. Ia mengultimatum cukong tersebut untuk menyingkirkan semua barang itu dalam waktu 3 jam tetapi tidak digubris, hingga akhirnya ia menyuruh anak buahnya mengangkut dan menyingkirkan semua barang itu ke pinggir jalan.
Kontributor : Rizky Melinda