Suara.com - Anggur Shine Muscat sedang ramai dibicarakan oleh para pencinta buah mewah. Di tengah popularitasnya, baru-baru ini beredar kabar Thailand mendapati anggur Shine Muscat mengandung residu pestisida melebihi batas yang diperbolehkan.
Berita ini cukup mengejutkan konsumen, mengingat Jepang terkenal dengan standar ketat untuk hasil pertaniannya. Meski begitu, kabar ini tidak menyurutkan daya tarik anggur Shine Muscat, yang tetap diminati berkat rasa dan kualitasnya yang unik. Thailand pun menanggapi isu ini dengan melakukan pengujian lebih lanjut, sementara konsumen di negara lain, termasuk Indonesia, masih mempertanyakan keamanan buah tersebut.
Lalu, apa sebenarnya anggur Shine Muscat ini, dan bagaimana standar ekspor serta proses pembudidayaannya? Mari kita telusuri lebih dalam.
Apa Itu Anggur Shine Muscat?
Anggur Shine Muscat terkenal karena ukurannya yang besar, rasa manis, dan teksturnya yang renyah. Buah asal Jepang ini semakin populer di berbagai negara, termasuk di Asia Tenggara, berkat kualitas premium dan harganya yang terbilang fantastis.
Baca Juga: Mau Diinvestigasi, Anggur Muscat yang Beredar di Indonesia Aman Dikonsumsi?
Anggur ini adalah varietas anggur premium dari Jepang yang pertama kali dikembangkan oleh National Institute of Fruit Tree Science di Akitsu pada 1997. Varietas ini merupakan hasil persilangan anggur Akitsu-21 dan Hakunan, yang dilakukan untuk menghasilkan anggur yang manis, besar, dan mudah dikonsumsi karena kulitnya bisa langsung dimakan. Anggur Shine Muscat mulai dibudidayakan secara komersial di Jepang pada tahun 2003 dan mendapatkan hak paten pada 2006.
Karakteristik yang paling menonjol dari anggur Shine Muscat adalah ukurannya yang besar dan rasa manis dengan kadar gula yang tinggi, mencapai 17 derajat brix atau lebih. Dengan tekstur renyah dan daging yang berair, anggur ini sering menjadi pilihan sebagai hadiah atau buah hantaran di Jepang karena kesannya yang mewah dan elegan.
Standar Ekspor Anggur Shine Muscat
Untuk menjaga kualitas, anggur Shine Muscat yang diekspor harus memenuhi standar ketat. Produsen besar seperti Agbell, salah satu perusahaan pembudidaya anggur Shine Muscat di Jepang, menerapkan kriteria khusus. Mereka menetapkan kadar gula minimal 17 derajat, ukuran buah sekitar 3 cm, dan berat sekitar 20 gram per buah. Selama masa pertumbuhan, tandan anggur dibungkus dengan kertas antiair untuk melindunginya dari hama dan meminimalkan penggunaan pestisida.
Anggur Shine Muscat biasanya dipanen pada bulan Agustus hingga September. Agar kualitasnya tetap terjaga, produsen menyarankan untuk menyimpannya di suhu ruang jika akan dikonsumsi segera atau didinginkan sekali sebelum disajikan.
Harga Anggur Shine Muscat
Harga anggur Shine Muscat di Jepang bisa mencapai 7.000 yen atau sekitar Rp700.000 per setengah kilogram, bergantung pada kualitas dan ukuran buah. Harganya yang tinggi menjadikan anggur ini masuk ke kategori buah mewah, sering kali dijadikan hadiah atau disajikan dalam acara-acara khusus. Di Indonesia, harga anggur Shine Muscat bisa lebih tinggi karena biaya impor dan proses distribusi yang cukup panjang.
Baca Juga: Cek Sebelum Beli! Cara Membedakan Anggur Shine Muscat yang Aman VS Mengandung Pestisida
Tanggapan Kemenkes
Menanggapi isu kandungan pestisida pada anggur Shine Muscat yang muncul di Thailand, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Aji Muhawarman menjelaskan, tiap jenis pestisida memiliki risiko kesehatan yang berbeda. Efek dari residu pestisida pada buah tergantung pada jenis pestisida yang digunakan, jumlah residu dalam bahan makanan, dan jangka waktu paparan.
"Itu tergantung pada senyawa kimia dalam pestisida tersebut, jumlah asupan, yakni residu yang ada dalam bahan makanan, dan lama paparan," kata Aji dalam keterangan tertulis.
Aji menjelaskan, beberapa pestisida bersifat sistemik yang berarti dapat diserap tanaman dan beredar dalam jaringan tanaman sehingga residunya bisa bertahan meskipun buah sudah dicuci. Pestisida jenis ini dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, ginjal, dan sistem endokrin bila dikonsumsi dalam dosis tinggi dan waktu lama. Sementara itu, pestisida non-sistemik lebih mudah dihilangkan melalui pencucian karena hanya menempel di permukaan tanaman.
Meskipun ada kekhawatiran mengenai kandungan pestisida, Kemenkes menyarankan agar konsumen mencuci buah dengan bersih sebelum dikonsumsi. Kemenkes juga mendorong pihak terkait untuk terus melakukan pengawasan dan pengujian, khususnya untuk produk impor, demi memastikan keamanan konsumen.