Suara.com - Generasi Z atau Gen Z di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memasuki dunia kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa sekitar 9,9 juta penduduk muda Indonesia menjadi bagian dari kategori pengangguran.
Mengutip sejumlah pemberitaan, psikolog dari Universitas Paramadina, Tia Rahmania, mengungkapkan banyak alasan di balik tingginya angka pengangguran Gen Z ini, termasuk ketidakcocokan antara keterampilan dan kebutuhan pasar kerja.
Menurut Tia, salah satu faktor utama adalah tidak adanya kesesuaian antara keahlian Gen Z dan tuntutan dunia kerja. Berdasarkan survei dari Kementerian Ketenagakerjaan, banyak Gen Z yang memiliki keterampilan yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri saat ini.
“Ketidakcocokan ini menyebabkan hampir 10 juta Gen Z di Indonesia kesulitan mendapatkan pekerjaan,” ujar Tia.
Tia juga menyoroti masalah lain. Misalnya, kurangnya disiplin dan tingginya tuntutan gaji dari Gen Z. Menurutnya, ekspektasi gaji tinggi kerap tidak sebanding dengan kinerja yang diharapkan oleh perusahaan.
“Sering kali Gen Z dinilai kurang disiplin dan terlalu banyak menuntut, terutama terkait gaji yang sering kali tidak sesuai dengan harapan perusahaan,” katanya.
Gen Z juga dikenal memiliki karakteristik unik, salah satunya adalah preferensi terhadap keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi atau work-life balance. Tidak semua perusahaan mendukung konsep ini, sehingga banyak Gen Z yang merasa tidak betah.
Kondisi ini diperburuk dengan tingkat burnout atau kelelahan mental akibat pekerjaan. Burnout sering muncul karena Gen Z berorientasi pada hasil yang tinggi, seperti gaji, namun ketika ekspektasi tidak tercapai, mereka cenderung cepat mengundurkan diri.
“Burnout menjadi faktor signifikan yang membuat Gen Z berhenti bekerja. Menurut penelitian, kesejahteraan dan keseimbangan kerja sangat penting bagi mereka,” jelas Tia.
Untuk mendukung keseimbangan ini, banyak Gen Z lebih memilih tempat kerja yang menyediakan program kesehatan dan dukungan untuk kesejahteraan mental.
BPS juga melaporkan adanya 9,9 juta penduduk muda yang masuk kategori NEET (youth not in education, employment, and training) pada 2023, mencakup 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun. Jumlah ini menunjukkan potensi besar tenaga kerja yang belum terserap di Indonesia.