Suara.com - Dalam menjalankan ibadah salat dan zikir, sering kali muncul pertanyaan, apakah ketika membaca bacaan salat atau zikir, kita harus menggerakkan lidah atau bibir, atau cukup dalam hati? Pertanyaan ini penting, karena berkaitan langsung dengan sah atau tidaknya ibadah yang dilakukan. Untuk itu, mari kita telusuri lebih dalam mengenai adab yang benar dalam membaca bacaan salat dan zikir menurut beberapa pendapat para ulama.
Dalam konteks salat, salah satu syarat penting agar salat dianggap sah adalah bacaannya harus diucapkan dengan jelas. Itu artinya, saat melafalkan bacaan salat, baik lidah maupun bibir haruslah bergerak. Membaca hanya dalam hati, tanpa ada gerakan fisik di bibir atau lidah, tidak mencukupi. Hal ini ditegaskan oleh para ulama, termasuk dalam madzhab Asy-Syafi'i.
Hukum Tidak Menggerakkan Bibir Saat Membaca Bacaan Salat
Dalam kitab Hasyiyah I’anatut Thalibin disebutkan bahwa jika seseorang salat tetapi takbir atau bacaan Fatihahnya tidak terdengar oleh dirinya sendiri, maka salatnya dianggap tidak sah. Referensi ini juga bisa ditemukan dalam Kitab Almausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.
Baca Juga: Dilarang Oleh Rasulullah SAW, Ini Hukum Mencela Makanan dalam Islam
Selain itu, ada pula pendapat yang menegaskan bahwa membaca harus dengan menggerakkan lisan dan bibir, terutama ketika mengucapkan huruf-huruf dalam bacaan. Jika seseorang hanya diam, meskipun ia mengetahui bacaannya, namun tidak menggerakkan lidahnya, maka salatnya tetap tidak sah. Hal ini menekankan pentingnya keterlibatan fisik, bukan sekadar pemikiran atau perasaan dalam hati.
Fenomena ini juga berlaku dalam konteks sumpah. Misalnya, jika seseorang bersumpah tidak akan membaca satu ayat pun dari Al-Qur'an, tetapi ia melihat mushaf dan memahaminya tanpa menggerakkan lisannya, sumpah tersebut belum dianggap dilanggar. Sebab, dalam hal ini, ia hanya melihat dan bukan benar-benar membaca. Ini dijelaskan oleh Al-Kasani dalam kitab Badai’ Ash-Shanai.
Lalu, bagaimana dengan zikir? Zikir yang sempurna tidak hanya melibatkan lisan, melainkan juga hati dan anggota badan. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ra menjelaskan bahwa zikir mencakup keyakinan yang benar tentang Allah, berpikir tentang Allah, amalan hati, dan gerakan anggota tubuh. Bahkan memuji Allah, mempelajari ilmu, serta mengajarkan ilmu yang bermanfaat juga termasuk dalam kategori zikir. Semua ini merupakan bentuk zikir yang mengarah kepada pengingatan akan Allah.
Namun, di antara semua bentuk zikir, zikir dengan hati adalah yang paling utama. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an: “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya.” (QS. Al-Kahfi: 28). Dalam tafsirnya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rs menjelaskan bahwa orang yang lalai dari zikir adalah mereka yang hanya menggerakkan lisannya tanpa melibatkan perenungan dalam hatinya.
Oleh karena itu, bentuk zikir yang paling penting adalah yang melibatkan hati dalam memikirkan kebesaran Allah, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, merasa takut kepada-Nya, serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Amalan hati ini menjadi inti dari zikir yang sebenarnya, melampaui sekadar gerakan bibir dan lidah semata.
Baca Juga: Pandangan Hukum Islam Membunuh Karena Membela Diri, Apakah Berdosa?
Dengan pemahaman ini, jelaslah bahwa baik dalam salat maupun zikir, penggerakan lisan dan keterlibatan hati sangatlah penting. Salat tidak hanya tentang gerakan fisik saja, dan zikir tidak hanya tentang lisan. Keduanya memerlukan perenungan yang mendalam dan keikhlasan hati dalam setiap pelaksanaannya.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama