Atalarik Syah Singgung Konflik dengan Tsania Marwa, Ini Pandangan Islam Soal Hak Asuh Anak

Baehaqi Almutoif Suara.Com
Sabtu, 12 Oktober 2024 | 22:03 WIB
Atalarik Syah Singgung Konflik dengan Tsania Marwa, Ini Pandangan Islam Soal Hak Asuh Anak
Atalarik Syah dan Tsania Marwa (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Atalarik Syah dengan Tsania Marwa sudah bercerai lama. Namun, konflik mengenai hak asuh anak masih belum selesai.

Baru-baru ini Atalarik Syah kembali membahas mengenai perselisihannya dengan mantan istrinya tersebut. Saat menjadi bintang tamu dalam acara Pagi-Pagi Ambyar dia buka suara mengenai konflik yang berlangsung selama 7 tahun.

Atalarik mengungkapkan dirinya yang pertama kali mengusulkan pembagian jadwal hak asuh anak. Dia mempersilakan Tsania Marwa mengambil anak-anak setiap Jumat sepulang sekolah dan mengembalikannya Minggu malam.

"Kan dari awal juga, yang punya ide bagi hari aja saya. Jadi, Pengadilan Agama juga tahu seberapa banyaknya saya mengalah. Bagi hari juga idenya saya, dia tolak mentah-mentah," ujar Atalarik seperti dikutip pada Jumat (11/10/2024).

Baca Juga: Bahas Hak Asuh Anak, Cara Bicara Atalarik Syah Jadi Gunjingan: Perasaan Dulu Gak Gini

Bukan tanpa alasan Atalarik mengusulkan hal tersebut, dia ingin memastikan anak-anaknya dalam keadaan yang aman dan terawat. "Saya hanya bapak yang kerja, pengen lihat anak aman nih bangun tidur, berangkat sekolah, saya kerja, paling lihat anak sudah tidur," ungkapnya.

Hak Asuh Anak Menurut Islam

Islam membenci perceraian. Banyak dampak yang ditimbulkan, salah satunya pada anak. Aturan mengenai hak asuh anak sebenarnya sudah diatur.

Mengutip dari NU Online, Islam memberi aturan mengenai hadlânah, yaitu hak mengasuh dan merawat anak yang belum dapat mengurus dirinya sendiri sampai mencapai usia tamyîz diserahkan kepada ibunya.

Usia tamyiz, di mana seorang anak bisa memilih untuk ikut ibu atau ayahnya. Sebagian ulama menyebutkan anak sudah berusia 7 tahun qamariyah.

Baca Juga: Tuntut Hak Asuh Anak, Baim Wong Disebut Netizen 'The Next Atalarik Syah'

Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji karya Musthafa al-Khin dkk menyebutkan ibu lebih berhak mengasuh anak. Ada beberapa alasannya.

“Sungguh ibu lebih berhak atas pengasuhan daripada ayah karena beberapa alasan berikut: pertama, kasih sayangnya lebih luas serta kesabarannya lebih besar dalam menanggung beban pengurusan dan pendidikan; kedua, ibu lebih lembut dalam mengasuh dan menjaga anak-anak, dan lebih mampu mencurahkan perasaan dan kasih sayang yang mereka butuhkan.” (Musthafa al-Khin dkk., al-Fiqh al-Manhaji, jilid IV, halaman 191).

Kendati demikian, tidak serta merta ibu bisa mengasuh anak. Ada beberapa syarat mengenai hak asuh anak dalam hukum Islam. Syaikh Ibnu Qasim al-Ghazi memberikan 7 syarat hak asuh anak.

Berikut ini syarat hak asuh anak:

1. Berakal sehat. Karenanya bagi perempuan yang gila tidak boleh mengasuh anak, baik gilanya terus-menerus maupun terkadang saja. Namun jika gilanya hanya sedikit, semisal sehari dalam setahun, maka hak pengasuhan tidak batal.

2. Merdeka. Karenanya dalam konteks dahulu ketika masih berlaku perbudakan manusia, budak wanita tidak mempunyai hak asuh anak.

3. Muslimah, sebab anak seorang muslim tidak boleh diasuh oleh wanita nonmuslim.

4. Punya sifat ‘iffah atau bisa menjaga kehormatan dirinya

5. Dapat dipercaya. Karenanya anak tidak boleh diasuh oleh wanita fasik.

6. Mempunyai tempat tinggal yang tetap.

7. Belum menikah lagi dengan lelaki yang tidak mempunyai hubungan mahram dengan anak.

Syarat tersebut, kecuali nomor tujuh, berlaku juga kepada ayah yang mempunyai hak asuh anak setelah mencapai usia tamyiz.

Lantas bagaimana jika syarat tersebut tidak terpenuhi? maka diserahkan kepada nenek dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, ayah atau kerabat lain sesuai urutan pengasuhan anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI