Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan urgensi masyarakat dalam memiliki literasi media sosial yang baik dan menyaring informasi agar kesehatan mental tetap terjaga.
"Di era informasi saat ini, kita terlalu dibanjiri data. Kita perlu literasi untuk menyaring informasi mana yang benar-benar relevan dan bermanfaat, karena media sosial menyajikan berbagai macam informasi," kata Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes, Imran Pambudi, Jumat (11/10/2024).
Ia menjelaskan, media sosial dapat menjadi salah satu pemicu masalah kesehatan mental. Banyak masyarakat yang mengalami stres akibat tekanan gaya hidup mewah atau prestasi yang sering dipamerkan di platform tersebut.
Lebih lanjut, Imran mengingatkan bahwa tidak semua informasi di media sosial mencerminkan fakta atau realita. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi media sosial dan melakukan verifikasi terhadap informasi yang mereka terima.
"Kita juga harus sadar bahwa faktor finansial yang semakin menurun menjadi pemicu lain bagi masalah kesehatan mental. Masyarakat perlu diingatkan agar tidak membandingkan kondisi keuangan atau kesejahteraan mereka dengan orang lain," tambahnya.
Imran juga menekankan pentingnya memahami bahwa prestasi orang lain di media sosial dapat memicu stres.
"Hal-hal seperti ini menunjukkan bahwa literasi untuk menyaring informasi sangat penting, agar kita tidak terjebak dalam perbandingan yang tidak sehat dan dapat menjaga kesehatan mental kita," ujarnya.
Kemenkes telah melakukan serangkaian upaya yang mencakup tindakan preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental di Indonesia. Upaya ini mencakup pengasuhan positif bagi orang tua agar dapat mendukung perkembangan mental anak-anak mereka dengan baik.
"Target utama kami adalah agar calon ibu merasakan kebahagiaan dan memiliki mental yang sehat," kata Imran.
Selain itu, upaya rehabilitasi juga ditujukan untuk mengatasi luka psikologis di berbagai kelompok masyarakat, termasuk di sekolah, perguruan tinggi, dan tempat kerja.
"Kami ingin agar setiap orang yang merasa tidak baik-baik saja tahu kepada siapa mereka bisa bercerita, dan merasa nyaman saat berbagi masalah. Dengan demikian, masalah yang dihadapi tidak berkembang menjadi gangguan jiwa," bebernya.