Suara.com - Seorang pria di Makassar, Sulawesi Selatan, telah ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga memukul seorang pria yang melecehkan pacarnya. Kabar ini pertama kali diungkap melalui akun Twitter @heraloebss, Minggu (29/9/2024), yang menyebutkan, "Seorang pria di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tewas setelah dipukul karena berperilaku tidak senonoh terhadap seorang karyawan kafe." Lalu, bagaimana sebenarnya hukum membunuh karena membela diri?
Pelaku, yang diketahui berinisial HK (33), membela kekasihnya yang dilecehkan oleh korban, HL (46). Akibat dari pemukulan tersebut, korban mengalami cedera serius, termasuk patah di bagian tenggorokan dan pendarahan di kepala. Padahal, dilihat dalam video CCTV yang beredar, HK hanya memukul satu kali, dan HL langsung tumbang. Insiden ini terjadi saat HK sedang menjemput pacarnya di tempat kerjanya, sebuah kafe. Tak lama setelah selesai bekerja, pacarnya dilecehkan oleh HL di depan mata HK. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, HK mengejar HL dan memukulnya.
HK menjelaskan kepada media, "Korban memegang payudara kekasih saya, saya melihatnya langsung dan mendatangi korban, lalu kami cekcok sebelum saya memukulnya," seperti dilansir dari akun X @ADailami_ID.
Setelah dipukul, HL terjatuh dan tak bangun lagi. Ia segera dilarikan ke RS Bhayangkara. Namun, sayangnya, nyawanya tidak dapat diselamatkan karena mengalami memar, patah tulang tengkorak, dan pendarahan di otak. Saat ini, HK telah ditahan di Polres Pelabuhan Makassar dan dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP yang mengancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Baca Juga: Kejahatan Lingkungan Picu Lonjakan Bunuh Diri Massal Masyarakat Adat, Ini Penjelasan Pakar Hukum
Meskipun tindak kekerasan semacam ini tidak bisa dibenarkan, netizen mempertanyakan keputusan pihak berwenang yang menetapkan HK sebagai tersangka. Tak sedikit yang membela HK lantaran melakukan melakukan hal tersebut untuk membela pacarnya.
Namun, apa sebenarnya hukum membunuh untuk membela diri? Yuk, simak penjelasannya!
Tindak Pidana Pembunuhan
Menurut Pasal 338 KUHP, tindak pidana pembunuhan diatur dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun bagi siapa saja yang dengan sengaja membunuh orang lain. Selain itu, UU Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 458 ayat (1), yang akan berlaku pada 2026, juga mengatur hukuman serupa bagi pelaku pembunuhan, yaitu penjara hingga 15 tahun.
Pembunuhan dengan sengaja terjadi apabila kematian korban memang dikehendaki oleh pelaku. Namun, jika seseorang terbunuh tanpa ada niat sebelumnya dari pelaku, maka tindakannya tidak bisa dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
Baca Juga: Dosa Besar Membuka Aib Orang Lain dalam Islam
Membela Diri yang Berujung Kematian
Dalam konteks pembelaan diri yang mengakibatkan kematian, hal ini dikenal sebagai "noodweer". Pasal 49 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa seseorang yang bertindak membela diri atau orang lain dari ancaman yang mendesak tidak akan dipidana.
Hal yang serupa juga diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 1 Tahun 2023, di mana seseorang yang terpaksa melakukan tindakan kekerasan untuk membela diri dari serangan yang melawan hukum tidak akan dipidana. Pasal 43 UU yang sama juga menjelaskan bahwa jika seseorang melakukan pembelaan diri hingga melampaui batas karena terpengaruh oleh kondisi mental atau emosi yang berat, ia tidak akan dihukum.
Mengapa Pelaku Pembelaan Diri Ditahan?
Dalam beberapa kasus, seseorang yang membela diri dan menyebabkan kematian penyerangnya tetap ditahan oleh polisi. Hal ini bukan berarti pelaku otomatis bersalah, melainkan masih dalam proses penyelidikan dan pengumpulan bukti. Status tersangka baru diberikan jika ada bukti awal yang cukup kuat untuk menduga bahwa pelaku terlibat dalam tindakan pidana.
Pada akhirnya, pengadilanlah yang akan memutuskan apakah tindakan pelaku dalam membela diri dibenarkan atau tidak. Sementara itu, polisi hanya bertugas untuk mengumpulkan bukti dan menyajikannya kepada hakim dalam persidangan.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama