Suara.com - Masalah gizi hingga stunting masih jadi momok di Indonesia. Data Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mengungkapkan bahwa hingga Juli 2024, masih ada 5,8 juta balita di Tanah Air yang mengalami masalah gizi. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan prevalensi stunting turun dari 21,5 persen tahun 2023 menjadi 14 persen di tahun ini.
Sementara itu, hasil riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga mengungkapkan sekitar 21 juta warga Indonesia masih mengalami kekurangan gizi, dengan asupan kalori harian di bawah standar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yakni 2.100 kkal.
Lantas, apa pemicu masalah gizi dan stunting di Tanah Air? Jawabannya tentu bervariasi. Mulai dari masalah lemahnya ekonomi, kesehatan lingkungan, ketersediaan air bersih, hingga kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi dan nutrisi bagi balita.
Mengutip situs resmi Kemenkes, salah satu penyebab masalah gizi dan stunting adalah karena rendahnya asupan protein hewani pada anak. Hasil riset terhadap 130.000 anak di 49 negara menunjukkan bahwa rendahnya konsumsi makanan sumber protein hewani berdampak langsung pada peningkatan kasus stunting pada balita. Fakta itu dijelaskan oleh Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes RI, Lovely Daisy.
Sumber protein hewani pun beragam. Mulai dari daging merah, telur, ikan, dan ayam. Protein hewani sangat penting untuk melengkapi asam amino esensial yang dibutuhkan selama masa emas pertumbuhan anak-anak. Apalagi, asam amino esensial juga sangat membantu perlindungan tubuh anak dari serangan berbagai penyakit.
Dalam ilmu kesehatan, Air Susu Ibu (ASI) sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan gizi anak pada masa usia 6-23 bulan. Atas dasar itu, perlu Makanan Pendamping ASI (MPASI) untuk mengintervensi pemenuhan protein hewani. MPASI berfungsi untuk memenuhi makronutrisi dan mikronutrisi anak, seperti vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan.
Ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (U), Prof. Sandra Fikawati, menekankan pentingnya pemberian makanan yang kaya protein hewani sebagai langkah mendukung tumbuh kembang optimal anak. Selain untuk pertumbuhan fisik, protein hewani sangat perlu untuk perkembangan otak anak.
Sandra Fikawati juga mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil survei, konsumsi protein hewani di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan protein nabati. Data konsumsi protein nabati mencapai 65,7 persen, sedangkan protein hewani baru 34,3 persen.
Rata-rata, konsumsi protein hewani di perkotaan hanya 23,71 gram per kapita per hari, sedangkan di perdesaan hanya 18,21 gram per kapita per harinya. Atas dasar itu, ia selalu nyinyir menyuarakan dan mendorong para orang tua untuk memperhatikan asupan protein hewani anak-anak.
Komitmen JAPFA Edukasi Masyarakat