“Seluruh tubuh saya gemetar,” kata Agus menggambarkan ketakutannya saat itu.
Brigadir Jenderal Sutoyo dibawa oleh pasukan tak dikenal itu. Sejak kejadian itu, Agus sempat trauma setiap mendengar suara lars sepatu.
Sutoyo bersama lima jenderal dan satu perwira pertama lainnya dibunuh di Lubang Buaya. Mereka adalah Pahlawan Revolusi yang menjadi korban peristiwa Gerakan 30 September 1965 (Gestapu).
Peristiwa ini mengubah semua jalan hidup Agus. Dia sempat mengalami disorientasi dalam hidupnya. Ia bingung menatap masa depan di tengah situasi yang berubah seketika.
Masa remaja yang mestinya indah hilang begitu saja ketika sang ayah direnggut dari hidupnya. Agus memutuskan untuk mengubur cita-citanya menjadi diplomat atau intelektual. Ia memilih menjadi tentara. Agus punya alasan tersendiri memilih terjun ke dunia militer.
“Ibu tidak bekerja. Adik masih ada dua orang. Satu-satunya kuliah yang ga bayar kan jadi tentara,” ujar Agus Widjojo di buku "Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo: Tentara Kok Mikir?".
Dengan menjadi tentara, Agus merasa masa depannya jadi lebih jelas. Tentara juga bagi Agus bagus untuk membentuk karakternya. Keinginan Agus menjadi tentara mendapat dukungan penuh dari ibu sambungnya Suparmi.
Suparmi menemui Jenderal Surono yang masih kerabat mereka. Suparmi meminta bantuan Jenderal Surono untuk memasukkan Agus ke Akademi Militer. Berkat bantuan Jenderal Surono, Agus masuk ke Akmil tahun 1966.
Menghapus Dendam Lama
Baca Juga: Rocky Gerung Samakan Kasus Fufufafa Seperti G30S PKI: 20 Tahun Lagi Baru Terungkap
Kehilangan sang ayah secara tragis adalah pengalaman pahit bagi Agus Widjojo. Secara personal, Agus ingin tahu siapa yang membunuh ayahnya dan bagaimana cara pelaku membunuhnya.