Suara.com - Ayahnya, adalah satu satu jenderal yang jasadnya ditemukan di sumur tua di Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965. Walau begitu, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, sudah bisa berdamai dengan masa lalu kelam itu.
Prok, prok, prok. Suara sepatu lars memecah keheningan 1 Oktober 1965, dini hari. Derap langkah itu membuat para penghuni rumah di daerah Menteng, terjaga.
Mereka adalah Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo, Suparmi, sang istri dan tiga anaknya, Agus Widjojo, Nani Nurachman, Ari Wisaksono dan tante Lili.
Mengetahui ada pasukan liar tak diundang, Sutoyo meminta istri dan anak-anaknya mengunci pintu dan tetap berada di kamar.
Saat Nani mengunci kamar, tiba-tiba ada ujung bayonet menembus pintu. Beruntung Nani reflek memundurkan tubuhnya. Selamatlah ia dari tusukan bayonet.
Nani ketakutan. Ia masuk ke kolong tempat tidur. Sutoyo memilih menemui pasukan bersenjata api itu seorang diri.
“Kalian siapa?” tanya Sutoyo dikutip dari buku "Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo: Tentara Kok Mikir?".
“Kami utusan Presiden untuk menahan bapak,”ujar pasukan tersebut.
Mana surat perintahnya?” tanya Sutoyo.
Baca Juga: Rocky Gerung Samakan Kasus Fufufafa Seperti G30S PKI: 20 Tahun Lagi Baru Terungkap
Tak ada jawaban. Pasukan itu malah menghancurkan barang-barang di rumah. Di dalam kamar, Agus Widjojo mendengar suara pecahan barang-barang.